Bab 5 Part 5
by Dinda Tirani
17:39,Aug 09,2023
Di kamar Aku termenung cukup lama. Bayangan akan tubuh telanjang Elma memenuhi pikiranku. Aku membayangkan puting tegaknya yang ku sedot dengan kencang siang tadi, bayangan akan air susu yang menetes dari putingnya membuat penisku semakin menegang. Kini tanganku mulai meraba penisku, ku tarik celanaku sampai lutut. Ku coba untuk mengocoknya, namun rasa ngilu masih muncul dari penisku. Akhirnya Aku pun hanya merabanya pelan.
Ku bayangkan wajah Elma. Perut kecilnya yang terlipat, rambut pirang warna abu-abunya yang unik. Teringat lagi akan pujian dan kata-kata kotor yang Ia ucapkan. Sindiran-sindiran yang ditujukan untuk suaminya di depan mukaku membuat Aku semakin terangsang, ah siapa yang sangka perempuan secerdas Elma bisa punya kepribadian sebinal itu. Sedikit lagi, sedikit lagi tadi kita bisa benar-benar bersenggama. Seandainya saja Maura tidak bangun.
Tiba-tiba bayangan akan kejadian di depan TV tadi berkelindan di kepalaku. Kulit payudara putih mama yang dibungkus dengan bra hitam dan tanktop putih kini gantian menjadi khayalanku. Punggung tangannya yang menyentuh penisku benar-benar terasa nyata sampai saat ini. Bibirnya yang terbuka memberikan kesan sensual yang ganjil. Ah Mama, apakah boleh jika penisku menginginkanmu? Sialan, saking terangsangnya Aku sampai membayangkan hal yang tidak-tidak kepada Mama.
Selagi asyik mengkhayal terdengar suara dari kenop pintu kamarku. Benar saja, secara pelan pintu kamarku telah dibuka.
Ah sial! Aku sedang tak pakai celana. Mana penisku yang sedang berdiri tegak masih dibalut selimut. Karena tak sempat memasang celanaku kembali, Aku pun refleks memejamkan mata. Pura-pura saja tertidur. Berharap orang itu langsung keluar setelah melihatku terlelap. Berharap Kami tak perlu saling berinteraksi dalam situasi yang aneh seperti ini. Sialnya, bukannya langsung keluar kala melihatku sudah tertidur, langkah kaki itu malah mendekat ke arah kasur.
“Mama? Nissa? Kak Sasha? Ga mungkin Kak Sasha kan dia ga pernah lagi masuk kamarku.” Sambil terpejam aku coba menerka siapakah orang yang datang itu. Jantungku berdegup kencang. Langkah itu semakin mendekat sampai akhirnya benar-benar duduk di sisiku sebelahku. Tonjolan penisku dari selimut pasti benar-benar terekspos saat ini, apalagi Aku belum sempat mematikan lampu tidur.
Siapakah orang ini dan sampai kapan Aku harus pura-pura tidur?
Cukup lama keadaannya terus seperti ini. Menit demi menit berlalu tak ada suara yang dikeluarkan oleh orang itu. Tapi Ia masih di sini, duduk di sampingku, entah apa yang dilakukannya. Masih terasa jelas bobot tubuh seseorang sedang duduk di sisi kanan kasurku ini. Ingin sekali Aku mengintip, namun bagaimana jika ternyata Dia sedang menatap ke wajahku? Bagaimana caraku menjelaskan tentang celanaku yang ku peloroti tanpa menghasilkan dialog yang canggung?
Dan hal yang tak disangka pun terjadi.
Selimutku perlahan disibak ke bawah. Penisku tiba-tiba merasakan hangat dari genggaman tangan seseorang. Awalnya Ia melingkarkan telapak tangannya ke penisku, oh genggamannya begitu kencang dan sempit, membuat penisku merasa sesak. Penisku kini semakin mengeras. Pelan-pelan Ia menaik turunkan genggamannya, mengocok penisku dengan perlahan.
Ahhh ingin sekali Aku mengerang. Rasanya benar-benar membuatku melayang. Tidak seperti saat Aku mencoba masturbasi kala penisku terasa ngilu, kocokan dari lengan orang ini sungguh membuat sensasi nikmat dari penisku. Ku rasakan testisku ikut mengeras juga kala Ia menggenggamnya dengan tangan yang satunya. Oh sialan, Aku tak bisa tahan terus seperti ini.
Kini Ia menghentikan kocokan tangannya dan mulai meraba-raba kepala penisku dengan jemarinya. Membuat spermaku yang sudah siap keluar menjadi tertahan lagi. Kemudian jemari itu turun perlahan, meraba-raba urat yang membentuk di penisku yang sudah sekeras kayu ini.
Jemarinya yang satu sudah tidak lagi menggenggam testisku. Tiba-tiba kurasakan lututnya ikut bergerak. Apakah dia juga sedang masturbasi? Mencolok-colok vaginanya seperti yang dilakukan Elma siang tadi. Oh badanku masih terasa melayang, kini tangannya mulai mengocok penisku lagi. Kali ini tangannya dipenuhi dengan cairan hangat, mungkin baru saja diludahi sebelum mengocokku. Saking nikmatnya jemariku mulai meremas kencang ke sprei.
Siapakah orang ini? Ah ingin sekali Aku membayangkan wajah seseorang sebelum pertahananku jebol dan penisku memuntahkan semua sperma yang telah ku tahan sepanjang hari. Namun sulit bagiku, sosok misterius ini benar-benar membuatku penasaran sampai tak bisa membayangkan wajah siapa pun secara benar. Semuanya terasa abu-abu, sesekali wajah Mama, Nissa, Kak Sasha, Elma, bahkan selebritis idolaku bergantian masuk ke kepalaku seakan salah satu dari merekalah yang sedang mengocok penisku saat ini.
Terdengar nafas berat yang tertahan dari mulut orang itu. Semakin lama semakin kencang, deru nafasnya berbunyi. Tapi tak ada suara dari mulutnya, Aku masih saja tak sanggup menerka sosoknya. Tidak lama lagi Aku akan benar-benar menumpahkan spermaku. Kedua telapak kakiku mulai menegang. Aku sudah tak sanggup lagi.
Ku dengar suara karet celana yang membentur pinggang. Sepertinya Ia sedang mencoba menarik celananya agar lebih leluasa. Benar saja, selanjutnya celana itu ditariknya. Dipeloroti dengan begitu tergesa-gesa sehingga celananya menyentuh pahaku.
I—inikan…
Inikan bahan celana nilon Mama? Ternyata orang yang memasuki kamarku adalah? Ah sialan, tiba-tiba bayangan di kepalaku semakin jelas. Sekujur tubuh Mama yang sangat putih mulus kini muncul di khayalanku. Payudaranya yang masih begitu kencang dengan puting yang berwarna gelap, tubuhnya yang ditumbuhi otot-otot kecil muncul di kepalaku. Rambutnya yang diikat bergoyang naik turun sembari memainkan vaginanya sendiri. Tidak pernah sebelumnya Aku membayangkan Mama telanjang seperti ini.
“Ah,” saking nikmatnya, Aku tak sanggup menahan eranganku. Namun Aku beruntung, pada saat yang bersamaan erangan yang lebih kencang juga keluar dari mulut Mama “AAHHH.” Begitu teriaknya hebat.
Kini tangannya bergerak semakin kencang. Kebiasaannya berlatih tinju sepertinya memberinya kekuatan sehingga tidak merasa pegal padahal telah lama mengocokku seperti ini. Mulutku kini menganga, membayangkan wajah Mama sambil mendengarkan desahannya.
Aku tak tahan lagi. Spermaku kini mulai menjalar ke batang hingga ke kepala penisku. Ahhh spermaku pun meluncur hebat. Menghasilkan beberapa kali semprotan, meninggalkan penisku yang masih dikocok oleh Mama. Bersamaan dengan itu juga desahan yang lebih kencang keluar dari mulutnya. Sepertinya Mama juga mengalami orgasme. Sampai-sampai tubuhnya setengah terbaring di sisiku. Terasa betul rambutnya yang diikat menimpa pipi kananku.
Oh sialan, ingin sekali Aku melanjutkan ini. Ingin sekali Aku meraih lehernya dengan tanganku kemudian memberikan ciuman seperti yang diajarkan Elma siang tadi. Menghujam bibirnya yang nafasnya masih berderu hebat. Namun Aku terlalu lama berpikir, tubuh itu telah berdiri meninggalkan kasur hingga ku dengar suara pintu menutup kembali. Ia telah keluar meninggalkan kamar.
Ku buka mataku untuk mengintip. Namun kejutan lain menjumpaiku. I—inikan?
Sinar mentari pagi menjumpai mataku. Buru-buru ku lihat ke arah jam dinding yang ternyata sudah menunjukkan pukul 5:50 pagi. Hah? Apakah baru saja Aku bermimpi? Sebelum Mama memasuki kamarku jam di ponsel masih menunjukkan pukul 11 malam. Tidak– tidak mungkin ini mimpi. Rasanya begitu nyata.
Ia barusan meninggalkan kamar tadi. Ku lihat ke arah penisku, perut, kaos, dan spreiku yang dipenuhi cairan sperma kering. Tidak terlihat ada lipatan di sisi kanan kasur seakan baru saja yang duduk di sana, sisi itu juga tak terasa hangat. Ya, sekuat apa pun Mama tidak mungkin juga Ia sanggup mengocok penisku selama 6 jam lebih. Apalagi Ia akan berangkat pagi hari ini.
Oh Iya? Aku harus mencari Mama untuk membuktikannya sendiri. Segera ku kenakan celanaku dan berlari keluar kamar. Ku lihat di ruang keluarga, dapur, hingga kamar tidurnya, Mama tak ada.
“Nyari Tante Dian? Baru aja keluar tadi. Katanya mau ke kota S,” suara Kak Sasha terdengar dari belakangku begitu Aku membuka pintu kamar Mama.
“Oh sudah berangkat ya, hehe.”
“Emang kenapa? Buru-buru amat nyarinya,” Kak Sasha berbicara denganku sambil berdiri di depan kamar mandi. Ia sedang mengenakan handuk, sepertinya baru saja mau masuk mandi. Paha jenjangnya nampak begitu mulus dari jarak seperti ini. Pertanyaan itu membuatku salah tingkah.
“E—enggak kok, cuma mau minta uang jajan aja sebelum dia berangkat. Soalnya mau beli buku kuliah Kak,” jawabku sambil cengengesan salah tingkah.
“Oh pakai uangku aja dulu kalau gitu, nanti gantinya ku minta Tante Dian.”
“Ga usah Kak, ga mendesak kok,” jawabku lemas sambil berjalan kembali ke kamar tidurku.
Sial. Aku ternyata hanya bermimpi. Bermimpi basah saat sedang asyik membayangkan Elma dan Mama. Sialnya Aku justru malah memimpikan Mama kandungku sendiri.
Bersambung
Ku bayangkan wajah Elma. Perut kecilnya yang terlipat, rambut pirang warna abu-abunya yang unik. Teringat lagi akan pujian dan kata-kata kotor yang Ia ucapkan. Sindiran-sindiran yang ditujukan untuk suaminya di depan mukaku membuat Aku semakin terangsang, ah siapa yang sangka perempuan secerdas Elma bisa punya kepribadian sebinal itu. Sedikit lagi, sedikit lagi tadi kita bisa benar-benar bersenggama. Seandainya saja Maura tidak bangun.
Tiba-tiba bayangan akan kejadian di depan TV tadi berkelindan di kepalaku. Kulit payudara putih mama yang dibungkus dengan bra hitam dan tanktop putih kini gantian menjadi khayalanku. Punggung tangannya yang menyentuh penisku benar-benar terasa nyata sampai saat ini. Bibirnya yang terbuka memberikan kesan sensual yang ganjil. Ah Mama, apakah boleh jika penisku menginginkanmu? Sialan, saking terangsangnya Aku sampai membayangkan hal yang tidak-tidak kepada Mama.
Selagi asyik mengkhayal terdengar suara dari kenop pintu kamarku. Benar saja, secara pelan pintu kamarku telah dibuka.
Ah sial! Aku sedang tak pakai celana. Mana penisku yang sedang berdiri tegak masih dibalut selimut. Karena tak sempat memasang celanaku kembali, Aku pun refleks memejamkan mata. Pura-pura saja tertidur. Berharap orang itu langsung keluar setelah melihatku terlelap. Berharap Kami tak perlu saling berinteraksi dalam situasi yang aneh seperti ini. Sialnya, bukannya langsung keluar kala melihatku sudah tertidur, langkah kaki itu malah mendekat ke arah kasur.
“Mama? Nissa? Kak Sasha? Ga mungkin Kak Sasha kan dia ga pernah lagi masuk kamarku.” Sambil terpejam aku coba menerka siapakah orang yang datang itu. Jantungku berdegup kencang. Langkah itu semakin mendekat sampai akhirnya benar-benar duduk di sisiku sebelahku. Tonjolan penisku dari selimut pasti benar-benar terekspos saat ini, apalagi Aku belum sempat mematikan lampu tidur.
Siapakah orang ini dan sampai kapan Aku harus pura-pura tidur?
Cukup lama keadaannya terus seperti ini. Menit demi menit berlalu tak ada suara yang dikeluarkan oleh orang itu. Tapi Ia masih di sini, duduk di sampingku, entah apa yang dilakukannya. Masih terasa jelas bobot tubuh seseorang sedang duduk di sisi kanan kasurku ini. Ingin sekali Aku mengintip, namun bagaimana jika ternyata Dia sedang menatap ke wajahku? Bagaimana caraku menjelaskan tentang celanaku yang ku peloroti tanpa menghasilkan dialog yang canggung?
Dan hal yang tak disangka pun terjadi.
Selimutku perlahan disibak ke bawah. Penisku tiba-tiba merasakan hangat dari genggaman tangan seseorang. Awalnya Ia melingkarkan telapak tangannya ke penisku, oh genggamannya begitu kencang dan sempit, membuat penisku merasa sesak. Penisku kini semakin mengeras. Pelan-pelan Ia menaik turunkan genggamannya, mengocok penisku dengan perlahan.
Ahhh ingin sekali Aku mengerang. Rasanya benar-benar membuatku melayang. Tidak seperti saat Aku mencoba masturbasi kala penisku terasa ngilu, kocokan dari lengan orang ini sungguh membuat sensasi nikmat dari penisku. Ku rasakan testisku ikut mengeras juga kala Ia menggenggamnya dengan tangan yang satunya. Oh sialan, Aku tak bisa tahan terus seperti ini.
Kini Ia menghentikan kocokan tangannya dan mulai meraba-raba kepala penisku dengan jemarinya. Membuat spermaku yang sudah siap keluar menjadi tertahan lagi. Kemudian jemari itu turun perlahan, meraba-raba urat yang membentuk di penisku yang sudah sekeras kayu ini.
Jemarinya yang satu sudah tidak lagi menggenggam testisku. Tiba-tiba kurasakan lututnya ikut bergerak. Apakah dia juga sedang masturbasi? Mencolok-colok vaginanya seperti yang dilakukan Elma siang tadi. Oh badanku masih terasa melayang, kini tangannya mulai mengocok penisku lagi. Kali ini tangannya dipenuhi dengan cairan hangat, mungkin baru saja diludahi sebelum mengocokku. Saking nikmatnya jemariku mulai meremas kencang ke sprei.
Siapakah orang ini? Ah ingin sekali Aku membayangkan wajah seseorang sebelum pertahananku jebol dan penisku memuntahkan semua sperma yang telah ku tahan sepanjang hari. Namun sulit bagiku, sosok misterius ini benar-benar membuatku penasaran sampai tak bisa membayangkan wajah siapa pun secara benar. Semuanya terasa abu-abu, sesekali wajah Mama, Nissa, Kak Sasha, Elma, bahkan selebritis idolaku bergantian masuk ke kepalaku seakan salah satu dari merekalah yang sedang mengocok penisku saat ini.
Terdengar nafas berat yang tertahan dari mulut orang itu. Semakin lama semakin kencang, deru nafasnya berbunyi. Tapi tak ada suara dari mulutnya, Aku masih saja tak sanggup menerka sosoknya. Tidak lama lagi Aku akan benar-benar menumpahkan spermaku. Kedua telapak kakiku mulai menegang. Aku sudah tak sanggup lagi.
Ku dengar suara karet celana yang membentur pinggang. Sepertinya Ia sedang mencoba menarik celananya agar lebih leluasa. Benar saja, selanjutnya celana itu ditariknya. Dipeloroti dengan begitu tergesa-gesa sehingga celananya menyentuh pahaku.
I—inikan…
Inikan bahan celana nilon Mama? Ternyata orang yang memasuki kamarku adalah? Ah sialan, tiba-tiba bayangan di kepalaku semakin jelas. Sekujur tubuh Mama yang sangat putih mulus kini muncul di khayalanku. Payudaranya yang masih begitu kencang dengan puting yang berwarna gelap, tubuhnya yang ditumbuhi otot-otot kecil muncul di kepalaku. Rambutnya yang diikat bergoyang naik turun sembari memainkan vaginanya sendiri. Tidak pernah sebelumnya Aku membayangkan Mama telanjang seperti ini.
“Ah,” saking nikmatnya, Aku tak sanggup menahan eranganku. Namun Aku beruntung, pada saat yang bersamaan erangan yang lebih kencang juga keluar dari mulut Mama “AAHHH.” Begitu teriaknya hebat.
Kini tangannya bergerak semakin kencang. Kebiasaannya berlatih tinju sepertinya memberinya kekuatan sehingga tidak merasa pegal padahal telah lama mengocokku seperti ini. Mulutku kini menganga, membayangkan wajah Mama sambil mendengarkan desahannya.
Aku tak tahan lagi. Spermaku kini mulai menjalar ke batang hingga ke kepala penisku. Ahhh spermaku pun meluncur hebat. Menghasilkan beberapa kali semprotan, meninggalkan penisku yang masih dikocok oleh Mama. Bersamaan dengan itu juga desahan yang lebih kencang keluar dari mulutnya. Sepertinya Mama juga mengalami orgasme. Sampai-sampai tubuhnya setengah terbaring di sisiku. Terasa betul rambutnya yang diikat menimpa pipi kananku.
Oh sialan, ingin sekali Aku melanjutkan ini. Ingin sekali Aku meraih lehernya dengan tanganku kemudian memberikan ciuman seperti yang diajarkan Elma siang tadi. Menghujam bibirnya yang nafasnya masih berderu hebat. Namun Aku terlalu lama berpikir, tubuh itu telah berdiri meninggalkan kasur hingga ku dengar suara pintu menutup kembali. Ia telah keluar meninggalkan kamar.
Ku buka mataku untuk mengintip. Namun kejutan lain menjumpaiku. I—inikan?
Sinar mentari pagi menjumpai mataku. Buru-buru ku lihat ke arah jam dinding yang ternyata sudah menunjukkan pukul 5:50 pagi. Hah? Apakah baru saja Aku bermimpi? Sebelum Mama memasuki kamarku jam di ponsel masih menunjukkan pukul 11 malam. Tidak– tidak mungkin ini mimpi. Rasanya begitu nyata.
Ia barusan meninggalkan kamar tadi. Ku lihat ke arah penisku, perut, kaos, dan spreiku yang dipenuhi cairan sperma kering. Tidak terlihat ada lipatan di sisi kanan kasur seakan baru saja yang duduk di sana, sisi itu juga tak terasa hangat. Ya, sekuat apa pun Mama tidak mungkin juga Ia sanggup mengocok penisku selama 6 jam lebih. Apalagi Ia akan berangkat pagi hari ini.
Oh Iya? Aku harus mencari Mama untuk membuktikannya sendiri. Segera ku kenakan celanaku dan berlari keluar kamar. Ku lihat di ruang keluarga, dapur, hingga kamar tidurnya, Mama tak ada.
“Nyari Tante Dian? Baru aja keluar tadi. Katanya mau ke kota S,” suara Kak Sasha terdengar dari belakangku begitu Aku membuka pintu kamar Mama.
“Oh sudah berangkat ya, hehe.”
“Emang kenapa? Buru-buru amat nyarinya,” Kak Sasha berbicara denganku sambil berdiri di depan kamar mandi. Ia sedang mengenakan handuk, sepertinya baru saja mau masuk mandi. Paha jenjangnya nampak begitu mulus dari jarak seperti ini. Pertanyaan itu membuatku salah tingkah.
“E—enggak kok, cuma mau minta uang jajan aja sebelum dia berangkat. Soalnya mau beli buku kuliah Kak,” jawabku sambil cengengesan salah tingkah.
“Oh pakai uangku aja dulu kalau gitu, nanti gantinya ku minta Tante Dian.”
“Ga usah Kak, ga mendesak kok,” jawabku lemas sambil berjalan kembali ke kamar tidurku.
Sial. Aku ternyata hanya bermimpi. Bermimpi basah saat sedang asyik membayangkan Elma dan Mama. Sialnya Aku justru malah memimpikan Mama kandungku sendiri.
Bersambung
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved