Bab 3 Part 3
by Dinda Tirani
17:38,Aug 09,2023
“Iya El, Kamu seksi El,” sambil menurunkan kembali lidahku menjilat puting payudaranya.
“Ahhhh, iya Yo, di situ Yo! Ah toketku. Aku… Aku… Ahhh mau pipis.”
Ucapnya diikuti erangan panjang, jemarinya mencolok vaginanya jauh lebih kencang seakan menggunakan semua tenaganya yang tersisa. Tangannya yang sudah hampir membuka celana dalamku langsung ditariknya untuk berpegangan erat pada lenganku. Kini badannya semakin mengencang, tetes-tetes air susu telah keluar dari payudaranya. Tetesan air susu mengalir lebih deras dari payudaranya.
“Yo… ahhh… Aku pi…pis…” erangnya kencang, kini wajah dan dada, bahkan sekujur tubuhnya telah dipenuhi butir keringat. Elma benar-benar pipis, dengan kaki yang mengejan, serbuan cairan keluar dari vaginanya. Membasahi celana pendek dan celana dalamnya yang hanya disingkap saja, menyerbu sisi lutut celana jinsku, dan melayang jauh menyentuh lantai. Kepala Elma menegang ke atas, dengan kedua tangan yang memeluk lenganku erat. Sungguh pemandangan yang indah.
Aku melepas tanganku dari payudaranya. Membiarkan Elma menikmati orgasmenya. Aku mengecup bibirnya sekali lagi, namun kali ini ku lakukan bukan karena Aku tak tahu bagaimana cara melakukan french kiss. Wajahnya tersenyum melihatku, Ia menyapukan tangan kanannya ke pipiku, membuat aroma vaginanya menguar begitu lekat di hidungku. Aroma yang sedikit amis namun juga sedikit manis.
“Aku ga pernah sampai pipis kayak gitu,” ucapnya pelan. Suaranya sudah berbisik lagi, seakan lupa bahwa baru saja Ia mengerang dengan suara yang nyaring. Semoga Harun tidak mendengarnya, apalagi jarak ruangan tengah agak jauh dari sini, lagipula suara PS juga begitu berisik.
Aku membalasnya dengan kecupan lagi. Aku yang tak pernah mengecup wanita sebelumnya menjadi begitu ketagihan untuk mengecup bibir Elma.
“Toketku juga ga pernah dijilat sebelumnya.”
“Enak rasanya, sampai keluar susu gitu,” jawabku.
“Kamu belum keluar ya?” tanyanya.
“Iya El,” jawabku, kini tanganku memegang pinggangnya.
Bersamaan dengan itu Elma mulai duduk bersandar ke dinding, dan menarikku agar menciumnya. Lidah kami mulai berpagutan, lidahku masuk ke dalam mulutnya sedangkan Elma membuka kedua bibirnya. Aku merasakan tumpukan air liur dari dalam bibirnya, sepertinya sengaja Ia kumpulkan, Aku pun menyedot air liur itu. Sensasinya benar-benar memabukkan, kini penisku telah tegang sepenuhnya lagi. Tangan Elma mulai diarahkan ke tubuhku, Ia membuka kancing kemeja yang ku kenakan satu persatu. Sedangkan tanganku perlahan mulai mencengkeram payudara Elma yang dibiarkan berdiri liar. Sisa lembab akibat air susunya yang keluar masih tersisa di payudaranya, membuatku semakin terangsang.
“Aku horny lagi Yo.”
“Aku juga,” jawabku sembari memasukkan jariku ke balik celana pendeknya. Aku sedang meraba-raba vaginanya dari luar celana dalamnya. Nampak celana dalam dan sebagian celana pendeknya masih basah akan sisa cairan kenikmatannya tadi.
“Ahhh,” ucapnya pelan.
Tangan Elma mulai diarahkan ke celana panjangku, menyentuh sisi penis yang tadi telah dibuka retsletingnya. Membuatku juga sedikit mengerang kecil.
“Ahhh,” ucapan itu keluar dari mulutku tiap kali Elma menaik turunkan jemarinya dari sisi luar celana dalamku.
Setelah cukup kesulitan hanya dengan satu tangan, akhirnya Elma pun berhasil membuka kemejaku sepenuhnya. Sejenak tangannya berhenti bergerak, ciumannya juga berhenti terlebih dahulu.
“Badanmu ternyata berotot banget ya Yo,” jawabnya sambil menatap ke perutku. Ucapannya sontak membuat wajahku tersipu. Kini jemarinya mulai meraba tiap inchi tubuh bagian atasku. Mataku balas menatap wajahnya. Ku arahkan tanganku ke pipinya, menyentuhnya perlahan, ada rasa penuh kasih yang perlahan tumbuh dalam jiwaku. Kita punya banyak kesamaan, tapi tak pernah terpikirkan sebelumnya Aku bisa tertarik seperti ini dengannya.
“Aku selalu suka lihat tubuh yang kayak begini dari film-film, malah dapatnya yang kerempeng kayak Dia,” ucapnya. Ia enggan menyebut nama Harun. Entah sudah berapa kali Elma menyindir Harun di hadapanku. Tidak pernah dibuat orgasmelah, tidak pernah dijilat payudaranya, ternyata memang hubungan mereka tidak seindah yang Aku pikir.
Baru saja Aku mau balik menggenggam payudaranya, tiba-tiba pandangan Elma teralihkan. Ia menatap ke sisi kirinya, tempat Maura sedang tertidur.
“Dia udah bangun,” ucapnya tak lagi berbisik. Aku langsung saja menengok ke arah yang sama, dan benar saja. Anak yang sudah hampir berusia setahun itu kini sedang terduduk menatap ke arah Kami. Elma langsung saja meraih bajunya di atas kasur dan mulai menghampiri anak satu-satunya itu.
Aku yang kebingungan juga mulai mengancingkan kemejaku kembali. Kini Elma sedang menggendong Maura di hadapanku.
“Maaf ya Yo.”
“Gapapa kok, untungnya dia ga sampai nangis juga. Kita agak berisik tadi,” jawabku tersenyum.
“Yo, coba Kamu keluar ngecek keadaan. Aku mau keluar buat bubur bayi.” Ucapan yang dengan patuh ku lakukan. Aku memberi tahu Elma bahwa tidak ada Harun di dekat kamar, yang langsung diikuti oleh langkah keluar Elma.
Aku berjalan ke arah ruang tengah, tempat di mana Harun sedang tertidur pulas dengan PS yang masih menyala. Ku lihat waktu telah menunjukkan pukul 4 sore. Astaga, sudah berapa lama kami bermain? Tidak terasa sudah hampir dua jam saja Kami bermesraan di kamar. Sejam setelahnya, Harun pun terbangun. Kami menunggu magrib sebelum akhirnya meninggalkan rumah. Mereka mengantarku terlebih dahulu lalu sebelum melanjutkan perjalanan ke supermarket yang memang tidak jauh dari rumahku.
Sepanjang perjalanan, tidak ada sepatah kata pun keluar dari mulut Elma. Begitu juga dariku yang cuma sesekali bertukar celoteh dengan Harun. Mungkin Kami hanya mencoba membuat semuanya berjalan seperti biasa.
“Kesenangannya sudah berakhir ya?” ucapku pada diri sendiri kala sedang memasuki rumah.
Bersambung
“Ahhhh, iya Yo, di situ Yo! Ah toketku. Aku… Aku… Ahhh mau pipis.”
Ucapnya diikuti erangan panjang, jemarinya mencolok vaginanya jauh lebih kencang seakan menggunakan semua tenaganya yang tersisa. Tangannya yang sudah hampir membuka celana dalamku langsung ditariknya untuk berpegangan erat pada lenganku. Kini badannya semakin mengencang, tetes-tetes air susu telah keluar dari payudaranya. Tetesan air susu mengalir lebih deras dari payudaranya.
“Yo… ahhh… Aku pi…pis…” erangnya kencang, kini wajah dan dada, bahkan sekujur tubuhnya telah dipenuhi butir keringat. Elma benar-benar pipis, dengan kaki yang mengejan, serbuan cairan keluar dari vaginanya. Membasahi celana pendek dan celana dalamnya yang hanya disingkap saja, menyerbu sisi lutut celana jinsku, dan melayang jauh menyentuh lantai. Kepala Elma menegang ke atas, dengan kedua tangan yang memeluk lenganku erat. Sungguh pemandangan yang indah.
Aku melepas tanganku dari payudaranya. Membiarkan Elma menikmati orgasmenya. Aku mengecup bibirnya sekali lagi, namun kali ini ku lakukan bukan karena Aku tak tahu bagaimana cara melakukan french kiss. Wajahnya tersenyum melihatku, Ia menyapukan tangan kanannya ke pipiku, membuat aroma vaginanya menguar begitu lekat di hidungku. Aroma yang sedikit amis namun juga sedikit manis.
“Aku ga pernah sampai pipis kayak gitu,” ucapnya pelan. Suaranya sudah berbisik lagi, seakan lupa bahwa baru saja Ia mengerang dengan suara yang nyaring. Semoga Harun tidak mendengarnya, apalagi jarak ruangan tengah agak jauh dari sini, lagipula suara PS juga begitu berisik.
Aku membalasnya dengan kecupan lagi. Aku yang tak pernah mengecup wanita sebelumnya menjadi begitu ketagihan untuk mengecup bibir Elma.
“Toketku juga ga pernah dijilat sebelumnya.”
“Enak rasanya, sampai keluar susu gitu,” jawabku.
“Kamu belum keluar ya?” tanyanya.
“Iya El,” jawabku, kini tanganku memegang pinggangnya.
Bersamaan dengan itu Elma mulai duduk bersandar ke dinding, dan menarikku agar menciumnya. Lidah kami mulai berpagutan, lidahku masuk ke dalam mulutnya sedangkan Elma membuka kedua bibirnya. Aku merasakan tumpukan air liur dari dalam bibirnya, sepertinya sengaja Ia kumpulkan, Aku pun menyedot air liur itu. Sensasinya benar-benar memabukkan, kini penisku telah tegang sepenuhnya lagi. Tangan Elma mulai diarahkan ke tubuhku, Ia membuka kancing kemeja yang ku kenakan satu persatu. Sedangkan tanganku perlahan mulai mencengkeram payudara Elma yang dibiarkan berdiri liar. Sisa lembab akibat air susunya yang keluar masih tersisa di payudaranya, membuatku semakin terangsang.
“Aku horny lagi Yo.”
“Aku juga,” jawabku sembari memasukkan jariku ke balik celana pendeknya. Aku sedang meraba-raba vaginanya dari luar celana dalamnya. Nampak celana dalam dan sebagian celana pendeknya masih basah akan sisa cairan kenikmatannya tadi.
“Ahhh,” ucapnya pelan.
Tangan Elma mulai diarahkan ke celana panjangku, menyentuh sisi penis yang tadi telah dibuka retsletingnya. Membuatku juga sedikit mengerang kecil.
“Ahhh,” ucapan itu keluar dari mulutku tiap kali Elma menaik turunkan jemarinya dari sisi luar celana dalamku.
Setelah cukup kesulitan hanya dengan satu tangan, akhirnya Elma pun berhasil membuka kemejaku sepenuhnya. Sejenak tangannya berhenti bergerak, ciumannya juga berhenti terlebih dahulu.
“Badanmu ternyata berotot banget ya Yo,” jawabnya sambil menatap ke perutku. Ucapannya sontak membuat wajahku tersipu. Kini jemarinya mulai meraba tiap inchi tubuh bagian atasku. Mataku balas menatap wajahnya. Ku arahkan tanganku ke pipinya, menyentuhnya perlahan, ada rasa penuh kasih yang perlahan tumbuh dalam jiwaku. Kita punya banyak kesamaan, tapi tak pernah terpikirkan sebelumnya Aku bisa tertarik seperti ini dengannya.
“Aku selalu suka lihat tubuh yang kayak begini dari film-film, malah dapatnya yang kerempeng kayak Dia,” ucapnya. Ia enggan menyebut nama Harun. Entah sudah berapa kali Elma menyindir Harun di hadapanku. Tidak pernah dibuat orgasmelah, tidak pernah dijilat payudaranya, ternyata memang hubungan mereka tidak seindah yang Aku pikir.
Baru saja Aku mau balik menggenggam payudaranya, tiba-tiba pandangan Elma teralihkan. Ia menatap ke sisi kirinya, tempat Maura sedang tertidur.
“Dia udah bangun,” ucapnya tak lagi berbisik. Aku langsung saja menengok ke arah yang sama, dan benar saja. Anak yang sudah hampir berusia setahun itu kini sedang terduduk menatap ke arah Kami. Elma langsung saja meraih bajunya di atas kasur dan mulai menghampiri anak satu-satunya itu.
Aku yang kebingungan juga mulai mengancingkan kemejaku kembali. Kini Elma sedang menggendong Maura di hadapanku.
“Maaf ya Yo.”
“Gapapa kok, untungnya dia ga sampai nangis juga. Kita agak berisik tadi,” jawabku tersenyum.
“Yo, coba Kamu keluar ngecek keadaan. Aku mau keluar buat bubur bayi.” Ucapan yang dengan patuh ku lakukan. Aku memberi tahu Elma bahwa tidak ada Harun di dekat kamar, yang langsung diikuti oleh langkah keluar Elma.
Aku berjalan ke arah ruang tengah, tempat di mana Harun sedang tertidur pulas dengan PS yang masih menyala. Ku lihat waktu telah menunjukkan pukul 4 sore. Astaga, sudah berapa lama kami bermain? Tidak terasa sudah hampir dua jam saja Kami bermesraan di kamar. Sejam setelahnya, Harun pun terbangun. Kami menunggu magrib sebelum akhirnya meninggalkan rumah. Mereka mengantarku terlebih dahulu lalu sebelum melanjutkan perjalanan ke supermarket yang memang tidak jauh dari rumahku.
Sepanjang perjalanan, tidak ada sepatah kata pun keluar dari mulut Elma. Begitu juga dariku yang cuma sesekali bertukar celoteh dengan Harun. Mungkin Kami hanya mencoba membuat semuanya berjalan seperti biasa.
“Kesenangannya sudah berakhir ya?” ucapku pada diri sendiri kala sedang memasuki rumah.
Bersambung
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved