Bab 4 Quina Bawa Pacarnya Pulang (2)
by Fakhrusnissa
17:03,Jul 07,2021
“ Ezra, 31 tahun, tentara. Punya kakek, ayah dan ibu juga masih ada, lalu ada satu adik laki-laki, dan satu keponakan. Keluargaku buka satu perusahaan yang cukup untuk keberlangsungan hidup.” Ezra menjawab dengan singkat.
Tiba-tiba muncul secercah cahaya yang tidak terlalu pasti dalam benak Ayah Libra, dia berkata, “… tunggu, kamu tunggu sebentar….”
Selesai berbicara, Ayah Libra langsung bangkit berdiri dan berjalan menuju ruang kerja.
Quina masih lumayan puas terhadap penampilan Ezra, tetapi dia tidak bisa menebak apa yang ingin dilakukan oleh ayahnya, hanya bisa duduk cemas di samping.
Sesaat kemudian.
Ayah Libra sudah kembali ke ruang tamu, dia melepaskan kacamata rabun dekat di batang hidungnya, lalu berkata pada istrinya, “Kamu bawa Quina pergi masak, aku bicara sebentar dengan dia.”
Quina tidak setuju, begitu dia tidak, bagaimana jika pria itu bicara sembarangan di depan ayahnya?
“Ayah, aku….”
“Ikut ibumu pergi masak.” Ayah Libra menyuramkan wajahnya dan berkata dengan tegas.
Ibu Libra mendorong paksa Quina masuk ke dalam dapur, serta menutup pintu dapur, mencegah putrinya menguping percakapan antar pria.
Di dalam dapur.
Ibu Libra berkata sambil melemparkan sayur hijau untuk Quina cuci, “Jangan asal gelisah. Pria itu jelas tampak tidak sederhana, biar ayahmu tangani dia, lihat layak tidak, daripada kelak rugi.”
Sebelumnya mereka suami-istri sudah pernah memikirkannya, ke depannya putri mereka harus menikah dengan orang yang sepadan, serta memiliki pandangan dunia dan nilai yang sama. Pernikahan seperti itu barulah dapat berjalan jauh.
Tetapi pria ini terlihat jelas terlalu unggul, ini membuatnya samar-samar merasa khawatir. Dia percaya suaminya juga memiliki pemikiran yang sama.
Quina berpikir dalam hati, bisakah dia tidak gelisah? Jika ayah tahu dia nikah kilat dengan seprang pria cinta satu malam….
Tidak mematahkan kakinya pun sudah baik.
Melihat Quina tidak berbicara, Ibu Libra mengetuk dahinya, lalu dia berkata dengan sedikit menyalahkan, “Sebelumnya kamu katakan tidak punya rencana nikah sebelum 28 tahun, aku dan ayahmu pun sudah bujuk begitu banyak, hampir saja menyeretmu pergi kencan buta… tetapi kamu ini, diam-diam pacaran juga tidak bilang, bawa pacar pulang ke rumah juga tidak beritahu dulu.”
Quina menyatakan dalam hatiku pahit tetapi tidak bisa aku katakan.
Quina berkata dengan menciut, “Bukankah ingin beri kejutan untuk Ibu dan Ayah?”
“Sana, sana, sana. Tidak ada kejutan, malah kaget doank.” Meski Ibu Libra berkata seperti itu, tetapi dalam hatinya tetap merasa senang untuk putrinya yang memiliki pacar yang begitu unggul. Namun, juga karena pacar putrinya yang terlalu unggul, dia khawatir mereka berdua tidak sepadan.
Suka dan duka terbagi setengah.
“Ibu, tidakkah kamu rasa dia terlalu tua?” Quina mencoba bertanya.
Dia baru berumur 23 tahun, sedangkan pria itu bahkan sudah berumur 31 tahun, sepenuhnya delapan tahun lebih besar.
Sungguh kerbau tua makan rumput muda!
Enak sekali dia.
“Tua dari mana? Lagipula umur bukan masalah, tinggi badan bukan jarak, asalkan dua orang saling suka pun sudah oke. Justru kamu, dia yang begitu unggul saja tidak keberatan dengan kamu, kamu masih enak hati keberatan dengan dia?”
Ibu Libra bukannya merasa putrinya tidak bagus, hanya merasa calon menantunya begitu unggul, kenapa bisa menyukai putrinya?
Quina tidak bisa berkata apa-apa, pria itu selain sedikit tua, memang sangat unggul dari berbagai aspek.
Tetapi Quina menghibur diri sendiri, dia yang muda merupakan modal, modalnya sudah impas dengan modal Ezra, maka seimbang.
….
Setelah selesai memasak, Quina membawa masakan berjalan ke ruang makan. Melihat tatapan Ezra yang mengarah ke arahnya, Quina tiba-tiba teringat akan paksaan nikah kilat, dia berkata dengan sangat kesal.
“Lihat apaan? Tidak pernah lihat orang bawa masakan?”
“Kamu ini benar-benar….” Ibu Libra menepuk Quina dengan teguran, lalu dia menoleh pada Ezra dan berkata dengan rasa maaf, “Mas Ezra jangan ambil hati ya, Quina ini, ketika gila memang suka asal bicara.”
“Tidak akan.” Ezra berkata dengan tidak keberatan.
Bertemu dengan tatapan Ayah Libra yang tegas, Quina menundukkan kepalanya sedikit, tidak berani berbuat ulah lagi.
Di meja makan.
“Oh iya, Quina, ibumu bilang kartu keluarga ada di kamu.” Ayah Libra bertanya sambil makan.
“Uhuk, uhuk….”
Mendengar kata ‘kartu keluarga’, Quina langsung tersedak saking kagetnya. Pria di sampingnya dengan tenang segera memberinya segelas air.
Quina mengambil gelas air, diam-diam memenatap tajam Ezra. Huh, pura-pura baik.
Pasti tadi Ezra mengatakan sesuatu dengan ayah ketika dia sedang tidak ada, kalau tidak, bagaimana bisa ayah tiba-tiba menanyakan tentang kartu keluarga.
Melihat Quina tidak berbicara, Ayah Libra berkata dengan suara berat, “Quina, Ayah tanya kamu.”
“Ada apa, Ayah?” Quina mengeraskan diri untuk bertanya.
“Begini, tadi Ezra katakan denganku….”
Sangat jelas, setelah perbincangan tadi, sikap Ayah Libra terhadap Ezra sudah memiliki perubahan yang amat besar, sekarang sudah langsung memanggil namanya.
“Ayah, jangan dengar dia asal bicara, yang dia katakan itu tidak benar.” Quina bergegas memotong perkataan Ayah Libra.
Quina berpikir dengan marah, jika hari ini menjadi hari kematiannya, dia mati juga pasti akan menjerat pria itu bersamanya.
“Apanya yang tidak benar? Aku bahkan belum selesai bicara, bagaimana kamu tahu apa yang ingin aku katakan? Quina, apakah ada hal yang kamu sembunyikan dengan Ayah?”
Benar-benar anak kandungnya, Ayah Libra langsung mendapati bahwa ada masalah di dalamnya.
“Tidak, tidak, aku tidak ada apa-apa. Ayah, Ayah katakan saja, Ayah lanjut katakan saja.” Quina berkata dengan menciut.
Sudahlah, cepat mati cepat reinkarnasi!
“Begini, tadi Ezra sudah katakan denganku, selama ini dia terus berada di markas, kali ini dia khusus luangkan waktu untuk kunjungi kita. Dia juga berharap mumpung ada waktu luang di hari ini, urus dulu buku nikahnya. Sementara acara pernikahannya, atur pelan-pelan saja. Ayah sudah pikirkan, nanti setelah makan, kamu ikut Ezra pergi urus buku nikah.” Ayah Libra berkata dengan pelan dan santai.
Dapat membuat Ayah Libra dengan tenang hati menyerahkan putrinya pada seorang pria yang baru pertama kali bertemu, dapat dilihat betapa hebatnya Ezra.
“Bukan… Ayah, Ayah tidak pikirkan lagi? Tidak keluarkan 108 cara Ayah siksa aku ketika masih kecil untuk persulit dia?”
Quina menjadi panik, kenapa di tengah waktu dia pergi ke dapur, sikap ayahnya berubah 180 derajat?
Ibu Libra menjitak Quina, dia menegurnya, “Pacaran yang tujuannya bukan nikah adalah kelakuan dosa. Quina, kamu cari pacar bukankah untuk nikah? Sekarang Mas Ezra bersedia nikahi kamu, kamu masih jual mahal apa? Selesai makan nanti cepat pergi urus buku nikah!!!”
Ibu Libra dapat melihat dari sikap dan perkataan suaminya, suaminya sangat puas terhadap pacar Quina ini, juga pasti layak untuk dipercayakan.
Mendesak untuk mengurus buku nikah seperti ini, pasti khawatir menantu yang begitu unggul akan lari karena putrinya sendiri.
Oleh karena itu, ditetapkan dulu saja.
Saat ini, Quina merasa dirinya entah dipungut atau diberikan oleh penjual pulsa, sedangkan Ezra barulah anak kandung dari orangtuanya.
Kalau tidak, kenapa orangtuanya tidak berpihak padanya, malah bersama-sama menjualnya?
“Ibu, ambil buku nikah boleh.” Dengan keras kepala Quina melakukan perlawanan terakhir, dia berkata, “Tetapi, sebelum acara pernikahan, aku tetap tinggal di rumah, boleh tidak?”
Lagipula buku nikahnya sudah diambil, ini adalah kenyataan yang tak dapat diubah.
Sementara acara pernikahan, hng….
“Boleh.” Ibu Libra menoleh pada Ezra dan bertanya, “Lalu bagaimana menurut Mas Ezra?”
Meski sudah mengambil buku nikah, tetapi masih belum mengadakan acara pernikahan pun sudah tinggal ke dalam rumah pria, dia selalu merasa tidak begitu baik.
Aduh, teringat bahwa buah hatinya yang dibesarkan selama 23 tahun sudah akan menikah, dalam hati Ibu Libra sayang penuh dengan rasa tidak rela, dia merasa kehilangan di sebagian tempat di hatinya.
Tiba-tiba muncul secercah cahaya yang tidak terlalu pasti dalam benak Ayah Libra, dia berkata, “… tunggu, kamu tunggu sebentar….”
Selesai berbicara, Ayah Libra langsung bangkit berdiri dan berjalan menuju ruang kerja.
Quina masih lumayan puas terhadap penampilan Ezra, tetapi dia tidak bisa menebak apa yang ingin dilakukan oleh ayahnya, hanya bisa duduk cemas di samping.
Sesaat kemudian.
Ayah Libra sudah kembali ke ruang tamu, dia melepaskan kacamata rabun dekat di batang hidungnya, lalu berkata pada istrinya, “Kamu bawa Quina pergi masak, aku bicara sebentar dengan dia.”
Quina tidak setuju, begitu dia tidak, bagaimana jika pria itu bicara sembarangan di depan ayahnya?
“Ayah, aku….”
“Ikut ibumu pergi masak.” Ayah Libra menyuramkan wajahnya dan berkata dengan tegas.
Ibu Libra mendorong paksa Quina masuk ke dalam dapur, serta menutup pintu dapur, mencegah putrinya menguping percakapan antar pria.
Di dalam dapur.
Ibu Libra berkata sambil melemparkan sayur hijau untuk Quina cuci, “Jangan asal gelisah. Pria itu jelas tampak tidak sederhana, biar ayahmu tangani dia, lihat layak tidak, daripada kelak rugi.”
Sebelumnya mereka suami-istri sudah pernah memikirkannya, ke depannya putri mereka harus menikah dengan orang yang sepadan, serta memiliki pandangan dunia dan nilai yang sama. Pernikahan seperti itu barulah dapat berjalan jauh.
Tetapi pria ini terlihat jelas terlalu unggul, ini membuatnya samar-samar merasa khawatir. Dia percaya suaminya juga memiliki pemikiran yang sama.
Quina berpikir dalam hati, bisakah dia tidak gelisah? Jika ayah tahu dia nikah kilat dengan seprang pria cinta satu malam….
Tidak mematahkan kakinya pun sudah baik.
Melihat Quina tidak berbicara, Ibu Libra mengetuk dahinya, lalu dia berkata dengan sedikit menyalahkan, “Sebelumnya kamu katakan tidak punya rencana nikah sebelum 28 tahun, aku dan ayahmu pun sudah bujuk begitu banyak, hampir saja menyeretmu pergi kencan buta… tetapi kamu ini, diam-diam pacaran juga tidak bilang, bawa pacar pulang ke rumah juga tidak beritahu dulu.”
Quina menyatakan dalam hatiku pahit tetapi tidak bisa aku katakan.
Quina berkata dengan menciut, “Bukankah ingin beri kejutan untuk Ibu dan Ayah?”
“Sana, sana, sana. Tidak ada kejutan, malah kaget doank.” Meski Ibu Libra berkata seperti itu, tetapi dalam hatinya tetap merasa senang untuk putrinya yang memiliki pacar yang begitu unggul. Namun, juga karena pacar putrinya yang terlalu unggul, dia khawatir mereka berdua tidak sepadan.
Suka dan duka terbagi setengah.
“Ibu, tidakkah kamu rasa dia terlalu tua?” Quina mencoba bertanya.
Dia baru berumur 23 tahun, sedangkan pria itu bahkan sudah berumur 31 tahun, sepenuhnya delapan tahun lebih besar.
Sungguh kerbau tua makan rumput muda!
Enak sekali dia.
“Tua dari mana? Lagipula umur bukan masalah, tinggi badan bukan jarak, asalkan dua orang saling suka pun sudah oke. Justru kamu, dia yang begitu unggul saja tidak keberatan dengan kamu, kamu masih enak hati keberatan dengan dia?”
Ibu Libra bukannya merasa putrinya tidak bagus, hanya merasa calon menantunya begitu unggul, kenapa bisa menyukai putrinya?
Quina tidak bisa berkata apa-apa, pria itu selain sedikit tua, memang sangat unggul dari berbagai aspek.
Tetapi Quina menghibur diri sendiri, dia yang muda merupakan modal, modalnya sudah impas dengan modal Ezra, maka seimbang.
….
Setelah selesai memasak, Quina membawa masakan berjalan ke ruang makan. Melihat tatapan Ezra yang mengarah ke arahnya, Quina tiba-tiba teringat akan paksaan nikah kilat, dia berkata dengan sangat kesal.
“Lihat apaan? Tidak pernah lihat orang bawa masakan?”
“Kamu ini benar-benar….” Ibu Libra menepuk Quina dengan teguran, lalu dia menoleh pada Ezra dan berkata dengan rasa maaf, “Mas Ezra jangan ambil hati ya, Quina ini, ketika gila memang suka asal bicara.”
“Tidak akan.” Ezra berkata dengan tidak keberatan.
Bertemu dengan tatapan Ayah Libra yang tegas, Quina menundukkan kepalanya sedikit, tidak berani berbuat ulah lagi.
Di meja makan.
“Oh iya, Quina, ibumu bilang kartu keluarga ada di kamu.” Ayah Libra bertanya sambil makan.
“Uhuk, uhuk….”
Mendengar kata ‘kartu keluarga’, Quina langsung tersedak saking kagetnya. Pria di sampingnya dengan tenang segera memberinya segelas air.
Quina mengambil gelas air, diam-diam memenatap tajam Ezra. Huh, pura-pura baik.
Pasti tadi Ezra mengatakan sesuatu dengan ayah ketika dia sedang tidak ada, kalau tidak, bagaimana bisa ayah tiba-tiba menanyakan tentang kartu keluarga.
Melihat Quina tidak berbicara, Ayah Libra berkata dengan suara berat, “Quina, Ayah tanya kamu.”
“Ada apa, Ayah?” Quina mengeraskan diri untuk bertanya.
“Begini, tadi Ezra katakan denganku….”
Sangat jelas, setelah perbincangan tadi, sikap Ayah Libra terhadap Ezra sudah memiliki perubahan yang amat besar, sekarang sudah langsung memanggil namanya.
“Ayah, jangan dengar dia asal bicara, yang dia katakan itu tidak benar.” Quina bergegas memotong perkataan Ayah Libra.
Quina berpikir dengan marah, jika hari ini menjadi hari kematiannya, dia mati juga pasti akan menjerat pria itu bersamanya.
“Apanya yang tidak benar? Aku bahkan belum selesai bicara, bagaimana kamu tahu apa yang ingin aku katakan? Quina, apakah ada hal yang kamu sembunyikan dengan Ayah?”
Benar-benar anak kandungnya, Ayah Libra langsung mendapati bahwa ada masalah di dalamnya.
“Tidak, tidak, aku tidak ada apa-apa. Ayah, Ayah katakan saja, Ayah lanjut katakan saja.” Quina berkata dengan menciut.
Sudahlah, cepat mati cepat reinkarnasi!
“Begini, tadi Ezra sudah katakan denganku, selama ini dia terus berada di markas, kali ini dia khusus luangkan waktu untuk kunjungi kita. Dia juga berharap mumpung ada waktu luang di hari ini, urus dulu buku nikahnya. Sementara acara pernikahannya, atur pelan-pelan saja. Ayah sudah pikirkan, nanti setelah makan, kamu ikut Ezra pergi urus buku nikah.” Ayah Libra berkata dengan pelan dan santai.
Dapat membuat Ayah Libra dengan tenang hati menyerahkan putrinya pada seorang pria yang baru pertama kali bertemu, dapat dilihat betapa hebatnya Ezra.
“Bukan… Ayah, Ayah tidak pikirkan lagi? Tidak keluarkan 108 cara Ayah siksa aku ketika masih kecil untuk persulit dia?”
Quina menjadi panik, kenapa di tengah waktu dia pergi ke dapur, sikap ayahnya berubah 180 derajat?
Ibu Libra menjitak Quina, dia menegurnya, “Pacaran yang tujuannya bukan nikah adalah kelakuan dosa. Quina, kamu cari pacar bukankah untuk nikah? Sekarang Mas Ezra bersedia nikahi kamu, kamu masih jual mahal apa? Selesai makan nanti cepat pergi urus buku nikah!!!”
Ibu Libra dapat melihat dari sikap dan perkataan suaminya, suaminya sangat puas terhadap pacar Quina ini, juga pasti layak untuk dipercayakan.
Mendesak untuk mengurus buku nikah seperti ini, pasti khawatir menantu yang begitu unggul akan lari karena putrinya sendiri.
Oleh karena itu, ditetapkan dulu saja.
Saat ini, Quina merasa dirinya entah dipungut atau diberikan oleh penjual pulsa, sedangkan Ezra barulah anak kandung dari orangtuanya.
Kalau tidak, kenapa orangtuanya tidak berpihak padanya, malah bersama-sama menjualnya?
“Ibu, ambil buku nikah boleh.” Dengan keras kepala Quina melakukan perlawanan terakhir, dia berkata, “Tetapi, sebelum acara pernikahan, aku tetap tinggal di rumah, boleh tidak?”
Lagipula buku nikahnya sudah diambil, ini adalah kenyataan yang tak dapat diubah.
Sementara acara pernikahan, hng….
“Boleh.” Ibu Libra menoleh pada Ezra dan bertanya, “Lalu bagaimana menurut Mas Ezra?”
Meski sudah mengambil buku nikah, tetapi masih belum mengadakan acara pernikahan pun sudah tinggal ke dalam rumah pria, dia selalu merasa tidak begitu baik.
Aduh, teringat bahwa buah hatinya yang dibesarkan selama 23 tahun sudah akan menikah, dalam hati Ibu Libra sayang penuh dengan rasa tidak rela, dia merasa kehilangan di sebagian tempat di hatinya.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved