Bab 1 Nikahlah Denganku (1)

by Fakhrusnissa 17:03,Jul 07,2021
Di dalam kamar suite presidensial yang mewah.

Begitu masuk dari pintu, barang-barang yang berserakan di permukaan lantai tampak sangat berantakan tak senonoh.

Ada sepatu hak tinggi.

Ada ikat pinggang, model pria? Ada dasi dan kemeja putih.

Di sisi kasur, berserakan sepatu kulit eksklusif buatan Italia yang cerah benderang, gaun pesta warna kuning muda, bra, celana kain hitam….

Di atas kasur double ekstra besar yang mewah.

Wajah dari wanita yang terlelap tampak kalem, raut mukanya cantik dan polos, kulitnya putih cerah, rambut hitamnya yang seperti rumput laut tergerai dengan lembut di atas bantal. Badannya ditutupi oleh selimut, bahunya yang putih seperti giok yang terpapar di luar, ada lebam di beberapa tempat, tampak sangat mencolok mata, serta adanya asmara.

Di samping wanita itu, berbaring seorang pria. Lengannya yang berwarna madu merangkul pinggang wanita di atas selimut. Sudut selimut tepat menutupi daerah kemaluan. Otot yang kekar dan kaki yang panjang, postur badannya sungguh adalah proporsional yang sempurna.

“Hhmm….”

Di tengah mimpi, wanita itu mendesis sambil mengernyit, dengan malas dia membalikkan badan, lalu melanjutkan tidur.

Sementara pria yang tidur dengan dangkal, langsung membuka mata begitu mendengar suara. Dengan peka dia menyadari ada orang di sampingnya, mendadak dia bangkit duduk.

Matanya yang tajam dan dingin menyipit, melihat wanita asing yang tidur di sampingnya, serta badannya yang penuh dengan bekas asmara cinta.

Dalam mata hitamnya terlintas akan sedikit riak yang hampir tak terlihat, tetapi sama sekali tidak ada ekspresi di wajah tampannya yang seperti patung karya masterpiece itu, membuat orang tidak dapat menebak apa yang sedang dipikirkan di dalam hatinya….

….

Entah berapa lama kemudian.

Wanita yang tidur pulas beranjak bangun, perlahan-lahan dia membuka matanya dan merenggangkan badan.

Tatapannya tak sengaja melirik pria di atas kasur….

“Ah!!!” Quina Libra berguling ke bawah kasur sambil berteriak.

“Kamu, kamu, kamu… siapa kamu?” Dia bertanya dengan suara bergetar, sambil dengan erat menutupi badannya sendiri menggunakan selimut, dia merasa marah sekaligus takut.

Melihat pria asing yang tiba-tiba muncul di atas kasur, dalam benaknya menjadi kosong melompong, tidak dapat berpikir.

“ Ezra Okto.” Pria itu menjawab dengan suara yang dingin dan keras, wajah dinginnya yang tampan memikat tidak membawa ekspresi apapun.

“Bukan… aku tidak tanya kamu… tunggu sebentar, kita… kita tadi malam tidak….” Perkataan Quina yang kacau dipotong oleh pria itu.

“Sudah.” Pria itu berkata dengan dingin.

Quina terbengong, lalu matanya menjadi merah. Dia terisak sesaat, menahan keinginan untuk menangis, “Kamu tidak punya penyakit apa-apa kan?”

“Pertama kali.” Ezra berkata dengan dingin, ada cahaya yang berputar dalam matanya yang gelap tak berdasar.

“Kamu….” Quina memenatap tajamnya dengan marah. Bukankah bisa langsung katakan tidak ada, siapa yang ingin tahu apakah dia adalah pertama kali atau bukan.

Tatapan Quina tidak sengaja melirik bagian kemaluan Ezra yang sudah bangkit, wajah kecilnya yang pucat seketika menjadi merah padam, dia bergegas mengalihkan tatapannya.

Astaga, itunya sangat sangat sangat besar sekali.

Bisakah dia mengenakan pakaian terlebih dahulu baru bicara?

“Aku akan tanggung jawab.” Pria itu berkata tiba-tiba.

“Ah?” Quina belum sadar kembali, sepasang matanya yang cerah lembap sedang menatap Ezra dengan bengong.

“Nikah denganmu.” Ezra menjawab kebingungan Quina. Melihat tampang Quina yang lugu imut, mata hitamnya menjadi gelap.

“Tidak, tidak, tidak.” Quina bergegas mengibaskan tangan, dia menahan rasa sakit dan berpura-pura berkata dengan leluasa, “Lagipula sekarang seks bebas, cinta satu malam dan sejenisnya juga lumayan ngetren. Kita semua juga orang dewasa, jika dalam hatimu tidak enak, anggap saja hanya mimpi, tidak perlu tanggung jawab terhadap aku, beneran.”

Tuhan yang tahu sebelumnya dia sangat memandang hina pada seks bebas, cinta satu malam dan sejenisnya.

Meski pria ini sangat tampan seakan hampir tidak disukai semua pria, tetapi dia baru berumur 23 tahun, masih belum cukup bermain. Rencananya adalah menikah sekitar umur 28 tahun.

Mendengar perkataan Quina, Ezra mengernyit dengan tidak senang, di wajah tampan mempesonanya yang dingin terlintas akan secercah ketajaman.

Dia melihat jam, lalu berkata dengan nada yang sangat nominan, “Setengah jam nanti, kita pergi ke Kantor Catatan Sipil.”

Quina langsung melonjak saking marahnya atas perkataan Ezra, wajahnya yang incah menjadi merah padam, dia berkata dengan marah, “Mau pergi, kamu pergi sendiri saja. Aku tidak punya rencana nikah dalam waktu lima tahun ini.”

Pada umumnya dalam keadaan seperti ini, bukankah pria akan bergegas melemparkan tanggung jawab dan kabur tak berjejak?

Pria ini tidak waras, tidak berjalan sesuai aturan normal.

“Aku hanya beritahu kamu, bukan minta pendapatmu.” Ezra menyipitkan mata dan berkata dengan suara dingin yang serius.

“Apakah kamu tidak waras? Aku sudah katakan sekarang aku, tidak, punya, rencana, nikah!!! Kamu ingin nikah, cari saja wanita yang ingin nikah sama sepertimu.” Quina hampir muntah darah saking gusarnya.

Sialan, menidurinya satu malam pun belum cukup, masih ingin menidurinya seumur hidup secara sah.

Mimpi!

Tepat ketika mereka sedang bersengit, tiba-tiba bel pintu berbunyi.

Quina langsung menyelinap bersembunyi ke dalam kamar mandi.

Dengan santai Ezra mencari sehelai jubah mandi dan mengenakannya, barulah dia pergi membuka pintu.

“Tuan, barang yang Anda minta.” Seorang pria muda dengan seragam kerja hotel menyerahkan beberapa kantong kepada Ezra.

“Iya.” Ezra mengangguk.

Setelah menutup pintu, Ezra membawa beberapa kantong itu berjalan ke depan pintu kamar mandi lalu mengetuknya.

“Pakaian, ambil sana.”

Setelah ragu beberapa detik, dengan perasaan was-was Quina membuka sedikit celah di pintu, lalu langsung menutup pintu setelah mengambil barang.

Quina berendam di dalam bak berendam, melihat lebam di badannya, dia merasa terhina, tertindas, dan sedih….

Dia ingin menangis, tetapi bagaimanapun juga tidak dapat menangis.

Dia ingat sepertinya kemarin malam dia datang ke hotel untuk menghadairi acara pesta kampus, pihak kampus mengundang para orang kaya dan kalangan atas yang memberikan donasi bantuan pada kampus selama bertahun-tahun ini. Kemudian dia minum sedikit bir dan merasa sedikit tidak enak badan, maka dia pergi ke ruang istirahat untuk beristirahat sebentar….

Terjadi hal apa selanjutnya, dia pun tidak ingat lagi.

….

Setengah jam kemudian.

Setelah selesai mandi, Quina menahan rasa pegal di daerah kemaluannya berjalan keluar dari kamar mandi dengan berpakaian rapi.

Dia melihat bahwa pria tampan yang bertubuh tinggi kekar serta mengenakan kemeja putih dan celana kain hitam sedang duduk di atas sofa perorangan. Kedua kakinya yang panjang ramping disilangkan dengan santai, posisi duduknya elegan dan anggun, sekujur tubuh memancarkan aura kuat yang dingin tak berperasaan namun mulia.

Astaga, dari mana pria yang tampan mempesona seperti Sang Dewa ini?

Quina terbengong menatapnya, sedikit tak tersadarkan.

Hingga pria itu berjalan ke depannya dan berkata, “Ayo jalan.”

“Kamu mau, mau apa?” Quina mengedipkan mata dan bertanya dengan bengong.

“Pergi urus buku nikah.”

Perkataan itu seperti jampi-jampi yang langsung membuat Quina tersadarkan, dengan sedikit sulit percaya dia menatap Ezra.

Pria bagai Sang Dewa yang bertampang rapi ini adalah bajingan yang telanjang tadi?

“Sudah aku katakan, sekarang aku tidak mau nikah, juga tidak akan nikah denganmu.” Quina berkata dengan tegas.

Meski Ezra sangat tampan.

Akan tetapi, orang bodoh yang otaknya kemasukan air barulah akan menikah begitu saja dengan pria asing hanya karena cinta satu malam yang menghilangkan keperawanannya.

“Alasannya?” tanya Ezra.

“Aku masih belum cukup main, masih belum dapatkan cukup uang untuk belanja, masih belum pergi ke Provence, masih belum melihat aurora kutub utara, belum pergi ke Paris, Berlin…. Begitu nikah, selanjutnya adalah lahirkan anak, lalu harus jaga anak di rumah, serta ladeni suami. Ingin pergi ke mana juga tidak leluasa, maka sebelum umur 28 tahun, aku tidak punya rencana untuk nikah.”

Pemikirannya adalah mumpung masih muda, bermainlah di waktu yang seharusnya bermain. Kalau tidak begitu menikah, tidak akan bisa bermain lagi.

Oleh karena itu, dia tidak ingin begitu awal melompat masuk ke dalam kuburan pernikahan.

“Aku tampan, punya duit, punya kekuasaan, dan fisikku juga bagus. Nikahlah denganku! Kamu bisa semena-mena di seluruh Capital. Setelah nikah, harta ratusan triliun akan serahkan semuanya padamu. Lahirkan anak atau tidak, kamu yang tentukan.”

Ezra sangat tenang, seperti sedang melakukan perundingan di medang perang, melontarkan persyaratan nikah kilat yang menggoda.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

1112