Bab 6 Jangan Harap Aku Sudi
by Andrew Wang
18:39,Jul 27,2023
Di saat si empu tengah menikmati malam panjang yang penuh keringat dan kenikmatan, seorang pria yang merasa punya tanggung jawab besar untuk menjaga keamanan di luar sampai tuan mudanya keluar. Ia menunggu dari kejauhan, namun sepasang matanya tetap awas pada ruangan yang masih tertutup itu. Bukan kali pertama ia mengetahui tuannya menghabiskan malam bersama seorang wanita, namun baru sekarang pak Fei mencemaskan tuannya. Wanita yang menjadi rekan seranjangnya itu tampak tidak baik-baik saja ketika ikut masuk ke dalam kamar. Meskipun sudah ada kesepakatan, namun tetap saja wanita muda itu melakukannya karena terpaksa.
Bruk! Pintu yang diawasi oleh pak Fei rupanya sudah terbuka, begitu ia menoleh dan mengira orang pertama yang keluar adalah tuan mudanya, tebakan itu dipatahkan seketika begitu tahu yang berlari tergesa dari sana adalah wanita muda yang sudah mengusik pikirannya sejak tadi.
“Nona Selena, apa anda baik-baik saja?” Pak Fei bertanya ketika berpapasan dengan wanita yang tampak tidak tenang itu. Dari jarak sedekat itu, ia bisa melihat mata sembab Selena dan yakin betul bahwa wanita itu habis menangis. Alih-alih mendapatkan jawaban, ia justru ditanggapi acuh oleh Selena yang memilih berlalu begitu saja dari hadapannya.
Pak Fei menelengkan kepala, sejenak fokusnya masih tertuju pada sosok Selena hingga berlalu sepenuhnya. Barulah ia teringat dengan seseorang yang belum menampakkan diri. “Tuan muda?” Pak Fei bergegas hendak meminta masuk ke dalam kamar lantaran pintu tertutup dengan sendirinya dan otomatis terkunci. Kecemasan pak Fei mungkin tidak berlebihan, ia takut terjadi sesuatu yang buruk dengan tuan mudanya dan Selena Tan memilih lari karena takut dimintai tanggung jawab. “Tuan muda, anda mendengarkan aku? Tolong buka pintunya!”
Bel yang terus dibunyikan berbarengan dengan ketukan keras di pintu itu akhirnya membuahkan hasil. Nicole Saputra muncul menampakkan tampangnya yang kesal. Bahkan dia tidak berani bersitatap dengan pengawalnya yang sedang menyorotinya dengan cemas. “Anda tidak apa-apa, tuan? Apa anda terluka?”
“Ke mana wanita itu?” Nicole Saputra malah memilih bertanya balik lantaran merasa menjelaskan kondisinya sekarang bukanlah pembahasan yang penting.
Pak Fei mengerutkan dahinya, masih tidak mengerti dengan maksud pertanyaan tuannya itu. “Ng, dia barusan berlari keluar. Apa perlu saya kejar dia, tuan muda? Apa dia mengambil sesuatu dari anda?” Pak Fei mulai pasang kuda-kuda, bersiap mengejar target yang sudah tidak tampak di depan mata. Namun lengannya malah dicengkeram kuat oleh Nicole. Tuan muda itu tidak mengijinkannya untuk berpaling dari sisinya.
“Masuklah, aku perlu bicara serius.”
***
Flashback kejadian di dalam kamar beberapa saat lalu.
Tangisan Selena Tan yang menyisakan isak itu mendadak bungkam begitu mendengar opsi yang ditawarkan oleh Nicole Saputra. Delikan matanya begitu tajam tertuju pada pria itu, meskipun harus ia akui gurat wajah pria itu memang sangat memesona, tetapi Selena Tan merasa ini bukan saat yang tepat untuk mengagumi pria brengsek yang telah merenggut kesuciannya. “Apa kamu bilang? Mau menikahi aku?”
Nicole Saputra mengangguk mantap, melihat respon Selena Tan yang mendadak berhenti menangis dan memelototinya, ia yakin bahwa wanita itu pasti sangat antusias dengan penawaran itu. “Ya, menikah adalah tanggung jawab paling tepat untuk menebus kesalahanku sekarang. Kamu pasti setuju kan? Tinggal kita bicarakan saja detailnya, berapa maharmu?”
Selena Tan masih belum berpaling menatap tajam pada pria muda yang bisa begitu entengnya melamarnya. Tanpa terkontrol lagi ia pun berdecak kesal, senyum seringai yang menandakan ia begitu meremehkan lamaran konyol itu. “Kamu pikir aku ini barang yang dengan mudah bisa kamu beli? Cih, jangan harap! Simpan saja anganmu itu, aku sama sekali tidak tertarik. Jangan pikir hanya karena kamu sudah tidur denganku, lalu seenaknya mau mengikatku. Aku tidak mau tercebur kedua kali, jadi mulai sekarang hutangku sudah lunas bukan? Kamu jangan mengusik hidupku lagi!” Tegas Selena Tan menolak keras niat baik Nicole Saputra untuk bertanggung jawab. Sikapnya yang keras kepala itu membuat pengusaha muda itu tercengang, bahkan geleng-geleng saking takjubnya dengan sifat wanita itu. Begitu luar biasa mempertahankan gengsinya walaupun sudah dalam kondisi tidak berdaya. “Kamu yakin dengan keputusanmu itu? Sikap beranimu itu harus aku akui memang membuat aku takjub. Tetapi nona Selena Tan, perlu aku tegaskan supaya kamu tahu bahwa aku tidak menggunakan pengaman saat kita main tadi. Kemungkinan kamu akan hamil itu berpeluang sangat besar.”
Bibir Selena Tan saat itu juga terbuka dan membulat, shock mendengar resiko yang tidak ia pikirkan sebelumnya. Betapa lugunya ia sampai-sampai melupakan pelajaran semasa sekolah tentang reproduksi wanita. Hubungan badan tanpa pengaman tentu berpeluang besar membuat ia hamil. Apalagi Selena Tan tahu betul kalau ia sedang dalam masa subur pasca haid. Ketika ia membeku karena keterkejutan itu, mimik wajahnya menjadi pusat perhatian Nicole Saputra yang merasa mendapatkan angin segar saat ini. Senyum seringai pria itu mengembang, begitu optimis bahwa wanita muda yang tercengang dalam kondisi tak berbusana itu pasti akan menurunkan gengsinya dan bersikap lembut. Atau bahkan memohon belas kasihannya untuk segera dinikahi.
“Kamu yakin tidak butuh pertanggung-jawabanku? Aku sih tidak masalah kalau lepas tangan, tetapi nantinya kalau anak itu sudah lahir, dia akan menjadi milikku.” Timpal Nicole Saputra lagi, memanfaatkan situasi hening seakan tak mengijinkan Selena Tan untuk berpikir terlampau jauh. Terus menekan seseorang yang sudah tersudutkan posisi lemah adalah strategi paling tepat untuk memenangkan perdebatan. Begitu lawan tampak lengah, di saat itulah Nicole Saputra harus terus menggencarnya hingga lawan itu tak berkutik lagi.
Selena Tan mengepalkan sepasang tangannya, kata-kata yang terus menyudutkan bahkan melemahkannya itu justru membuat ia merasa jengah. Sepasang matanya yang masih menggenang sisa air mata pun menatap tajam ke arah pria muda yang dengan entengnya tersenyum kepadanya itu. Lidahnya kelu, walau demikian Selena Tan tetap mengumpulkan semangat untuk membeberkan jawabannya. “Simpan saja iming-imingmu itu tuan, aku tidak butuh pertanggung-jawaban apapun dari kamu! Berakhir seperti ini denganmu saja sudah menjadi sebuah kesalahan terbesar dalam hidupku. Aku tidak mau menambah daftar penyesalan dalam hidupku dengan menyetujui tawaran gilamu.” Selena Tan berdiri dan segera memungut pakaiannya. Ia muak berlama-lama membiarkan tubuhnya telanjang, apalagi sepasang mata jelalatan pria itu masih terus memantaunya. Tak akan ia biarkan mata tajam itu menikmati lekuk tubuhnya lagi.
“Sekali lagi aku bertanya nona Selena Tan, kamu tidak menyesal hamil di luar nikah tanpa pertanggung-jawaban? Aku tidak akan mengulang permohonanku untuk memintamu menjadi istriku.” Nicole Saputra pun tidak habis pikir mengapa ia begitu resah melihat Selena Tan yang terburu-buru membenahi diri, padahal ia masih ingin lebih lama berbincang dengannya atau sekedar menghabiskan waktu bersamanya walau tanpa berbuat apa-apa. Diliriknya wanita muda itu terus mengenakan pakaian hingga lengkap, meskipun tampangnya sembab dan rambut yang agak berantakan, Selana Tan tampak tidak memperdulikan penampilan fisiknya saat ini.
Wanita itu berjalan mendekati Nicole Saputra yang masih duduk terdiam, senyumnya mengembang lebar, sangat yakin bahwa Selena Tan mendekatinya untuk sebuah hal yang baik.
Plak! Tamparan keras yang tak terduga mendarat di pipi kanan Nicole Saputra. Saking kerasnya dan tanpa ada persiapan mengelak, kepala pria itu bahkan sampai meneleng mengikuti arah tamparan. Pedas, perih, panas, namun yang jauh lebih sakit adalah hatinya.
Selena Tan tersenyum seringai, puas bahkan tak merasa bersalah karena telah menyentuh fisik pria kaya itu dengan kasar. “Jangan harap aku sudi!”
***
Bruk! Pintu yang diawasi oleh pak Fei rupanya sudah terbuka, begitu ia menoleh dan mengira orang pertama yang keluar adalah tuan mudanya, tebakan itu dipatahkan seketika begitu tahu yang berlari tergesa dari sana adalah wanita muda yang sudah mengusik pikirannya sejak tadi.
“Nona Selena, apa anda baik-baik saja?” Pak Fei bertanya ketika berpapasan dengan wanita yang tampak tidak tenang itu. Dari jarak sedekat itu, ia bisa melihat mata sembab Selena dan yakin betul bahwa wanita itu habis menangis. Alih-alih mendapatkan jawaban, ia justru ditanggapi acuh oleh Selena yang memilih berlalu begitu saja dari hadapannya.
Pak Fei menelengkan kepala, sejenak fokusnya masih tertuju pada sosok Selena hingga berlalu sepenuhnya. Barulah ia teringat dengan seseorang yang belum menampakkan diri. “Tuan muda?” Pak Fei bergegas hendak meminta masuk ke dalam kamar lantaran pintu tertutup dengan sendirinya dan otomatis terkunci. Kecemasan pak Fei mungkin tidak berlebihan, ia takut terjadi sesuatu yang buruk dengan tuan mudanya dan Selena Tan memilih lari karena takut dimintai tanggung jawab. “Tuan muda, anda mendengarkan aku? Tolong buka pintunya!”
Bel yang terus dibunyikan berbarengan dengan ketukan keras di pintu itu akhirnya membuahkan hasil. Nicole Saputra muncul menampakkan tampangnya yang kesal. Bahkan dia tidak berani bersitatap dengan pengawalnya yang sedang menyorotinya dengan cemas. “Anda tidak apa-apa, tuan? Apa anda terluka?”
“Ke mana wanita itu?” Nicole Saputra malah memilih bertanya balik lantaran merasa menjelaskan kondisinya sekarang bukanlah pembahasan yang penting.
Pak Fei mengerutkan dahinya, masih tidak mengerti dengan maksud pertanyaan tuannya itu. “Ng, dia barusan berlari keluar. Apa perlu saya kejar dia, tuan muda? Apa dia mengambil sesuatu dari anda?” Pak Fei mulai pasang kuda-kuda, bersiap mengejar target yang sudah tidak tampak di depan mata. Namun lengannya malah dicengkeram kuat oleh Nicole. Tuan muda itu tidak mengijinkannya untuk berpaling dari sisinya.
“Masuklah, aku perlu bicara serius.”
***
Flashback kejadian di dalam kamar beberapa saat lalu.
Tangisan Selena Tan yang menyisakan isak itu mendadak bungkam begitu mendengar opsi yang ditawarkan oleh Nicole Saputra. Delikan matanya begitu tajam tertuju pada pria itu, meskipun harus ia akui gurat wajah pria itu memang sangat memesona, tetapi Selena Tan merasa ini bukan saat yang tepat untuk mengagumi pria brengsek yang telah merenggut kesuciannya. “Apa kamu bilang? Mau menikahi aku?”
Nicole Saputra mengangguk mantap, melihat respon Selena Tan yang mendadak berhenti menangis dan memelototinya, ia yakin bahwa wanita itu pasti sangat antusias dengan penawaran itu. “Ya, menikah adalah tanggung jawab paling tepat untuk menebus kesalahanku sekarang. Kamu pasti setuju kan? Tinggal kita bicarakan saja detailnya, berapa maharmu?”
Selena Tan masih belum berpaling menatap tajam pada pria muda yang bisa begitu entengnya melamarnya. Tanpa terkontrol lagi ia pun berdecak kesal, senyum seringai yang menandakan ia begitu meremehkan lamaran konyol itu. “Kamu pikir aku ini barang yang dengan mudah bisa kamu beli? Cih, jangan harap! Simpan saja anganmu itu, aku sama sekali tidak tertarik. Jangan pikir hanya karena kamu sudah tidur denganku, lalu seenaknya mau mengikatku. Aku tidak mau tercebur kedua kali, jadi mulai sekarang hutangku sudah lunas bukan? Kamu jangan mengusik hidupku lagi!” Tegas Selena Tan menolak keras niat baik Nicole Saputra untuk bertanggung jawab. Sikapnya yang keras kepala itu membuat pengusaha muda itu tercengang, bahkan geleng-geleng saking takjubnya dengan sifat wanita itu. Begitu luar biasa mempertahankan gengsinya walaupun sudah dalam kondisi tidak berdaya. “Kamu yakin dengan keputusanmu itu? Sikap beranimu itu harus aku akui memang membuat aku takjub. Tetapi nona Selena Tan, perlu aku tegaskan supaya kamu tahu bahwa aku tidak menggunakan pengaman saat kita main tadi. Kemungkinan kamu akan hamil itu berpeluang sangat besar.”
Bibir Selena Tan saat itu juga terbuka dan membulat, shock mendengar resiko yang tidak ia pikirkan sebelumnya. Betapa lugunya ia sampai-sampai melupakan pelajaran semasa sekolah tentang reproduksi wanita. Hubungan badan tanpa pengaman tentu berpeluang besar membuat ia hamil. Apalagi Selena Tan tahu betul kalau ia sedang dalam masa subur pasca haid. Ketika ia membeku karena keterkejutan itu, mimik wajahnya menjadi pusat perhatian Nicole Saputra yang merasa mendapatkan angin segar saat ini. Senyum seringai pria itu mengembang, begitu optimis bahwa wanita muda yang tercengang dalam kondisi tak berbusana itu pasti akan menurunkan gengsinya dan bersikap lembut. Atau bahkan memohon belas kasihannya untuk segera dinikahi.
“Kamu yakin tidak butuh pertanggung-jawabanku? Aku sih tidak masalah kalau lepas tangan, tetapi nantinya kalau anak itu sudah lahir, dia akan menjadi milikku.” Timpal Nicole Saputra lagi, memanfaatkan situasi hening seakan tak mengijinkan Selena Tan untuk berpikir terlampau jauh. Terus menekan seseorang yang sudah tersudutkan posisi lemah adalah strategi paling tepat untuk memenangkan perdebatan. Begitu lawan tampak lengah, di saat itulah Nicole Saputra harus terus menggencarnya hingga lawan itu tak berkutik lagi.
Selena Tan mengepalkan sepasang tangannya, kata-kata yang terus menyudutkan bahkan melemahkannya itu justru membuat ia merasa jengah. Sepasang matanya yang masih menggenang sisa air mata pun menatap tajam ke arah pria muda yang dengan entengnya tersenyum kepadanya itu. Lidahnya kelu, walau demikian Selena Tan tetap mengumpulkan semangat untuk membeberkan jawabannya. “Simpan saja iming-imingmu itu tuan, aku tidak butuh pertanggung-jawaban apapun dari kamu! Berakhir seperti ini denganmu saja sudah menjadi sebuah kesalahan terbesar dalam hidupku. Aku tidak mau menambah daftar penyesalan dalam hidupku dengan menyetujui tawaran gilamu.” Selena Tan berdiri dan segera memungut pakaiannya. Ia muak berlama-lama membiarkan tubuhnya telanjang, apalagi sepasang mata jelalatan pria itu masih terus memantaunya. Tak akan ia biarkan mata tajam itu menikmati lekuk tubuhnya lagi.
“Sekali lagi aku bertanya nona Selena Tan, kamu tidak menyesal hamil di luar nikah tanpa pertanggung-jawaban? Aku tidak akan mengulang permohonanku untuk memintamu menjadi istriku.” Nicole Saputra pun tidak habis pikir mengapa ia begitu resah melihat Selena Tan yang terburu-buru membenahi diri, padahal ia masih ingin lebih lama berbincang dengannya atau sekedar menghabiskan waktu bersamanya walau tanpa berbuat apa-apa. Diliriknya wanita muda itu terus mengenakan pakaian hingga lengkap, meskipun tampangnya sembab dan rambut yang agak berantakan, Selana Tan tampak tidak memperdulikan penampilan fisiknya saat ini.
Wanita itu berjalan mendekati Nicole Saputra yang masih duduk terdiam, senyumnya mengembang lebar, sangat yakin bahwa Selena Tan mendekatinya untuk sebuah hal yang baik.
Plak! Tamparan keras yang tak terduga mendarat di pipi kanan Nicole Saputra. Saking kerasnya dan tanpa ada persiapan mengelak, kepala pria itu bahkan sampai meneleng mengikuti arah tamparan. Pedas, perih, panas, namun yang jauh lebih sakit adalah hatinya.
Selena Tan tersenyum seringai, puas bahkan tak merasa bersalah karena telah menyentuh fisik pria kaya itu dengan kasar. “Jangan harap aku sudi!”
***
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved