Bab 8 Berkorban untuk keadilan
by Sarangheo
15:05,Aug 04,2023
Keterkejutan di wajahnya bukan pura-pura, meskipun dia memerintahkan Santi menyembunyikan giok itu di kamar Clara untuk menjebak Clara, sama sekali tidak memerintahkan Santi untuk merusak gelang giok itu. Apalagi, gelang giok ini perhiasan berharga, perhiasan turun temurun milik keluarga Marco.
"Apa lagi yang bisa kamu katakan! Di usia muda sudah jahat seperti ini." Yanto sangat marah, melambaikan tangan mau menampar wajah Clara.
Clara tentu tidak akan membiarkan Yanto menampar wajahnya, bergeser ke samping. Mata Clara menatap dalam-dalam ibu dan anak itu, tersenyum dingin.
"Kalau aku memang mau mencuri barang, apa aku masih akan menyimpan di dalam kamar agar ditemukan kalian!"
Clara merasa, Yanto yang dulunya hanya pegawai PNS biasa sampai sekarang bisa menjadi wakil walikota, seharusnya bukan seorang yang bodoh. Tapi Clara benar-benar tidak bisa mengerti, Seorang laki-laki yang pintar, kenapa bisa sampai dikuasai oleh Rina dan Elaine.
"Maksud kamu orang lain sengaja menjebak kamu?" Yanto dengan marah berteriak kencang.
"Menjebak aku atau bukan, setelah lihat akan tahu." Selesai Clara berbicara, berjalan ke samping komputer, setelah memasukkan kata sandi, menekan mouse membuka aplikasi kamera pengawas.
Di layar komputer terlihat dengan sangat jelas, pagi hari sekitar pukul 8, Santi diam-diam menyelinap masuk ke kamar Clara, memasukkan kotak perhiasan ke dalam laci samping tempat tidur.
Sedangkan pada saat itu, Clara sedang berada di lantai bawah bersama dengan Yanto sarapan.
Rina dan Elaine tidak menyangka Clara memasang kamera pengawas di kamarnya sendiri, tiba-tiba tercengang. Santi ketakutan, kakiknya gemetar, langsung berlutut.
"Katakan, kenapa menjebak aku?" Clara mematikan komputer, tatapan dingin mengarah ke Santi.
"Santi, kamu lihat apa yang dilakukan tante, apa tante yang menyuruh kamu menjebak aku." Clara dengan sepatu hak tingginya berjalan ke depan Santi.
Wajah Santi pucat, melihat ke arah RIna, berkata, "Nyonya, tolong saya!"
"Clara, kamu jangan asal bicara." Saat ini Elaine membuka suara, suara itu menutupi suara tangisan Santi.
Rina yang sudah pernah mengalami badai kehidupan, di wajahnya tidak terlihat kecemasan sedikitpun, malah berbalik berteriak ke Santi, "Kamu bisa-bisanya melakukan hal bodoh seperti ini, sejak kamu datang ke rumah keluarga Santoso, aku sudah menganggap kamu seperti anak kandungku sendiri, bahkan uang pengobatan ibumu dan uang sekolah adikmu aku yang membayar. Santi, kamu benar-benar membuat aku kecewa."
Clara mendengar, tidak tahan ingin bertepuk tangan, sungguh berhati mulia. Kalau Santi berani membawa nama Rina dan Elaine, maka, kemudian hari tidak ada lagi orang yang akan membantu membayarkan uang pengobatan ibu dan uang sekolah adiknya.
Asal Santi tidak bodoh, dia pasti mengerti arti ucapan Rina. Dia menggertakkan gigi, berkata kepada Clara, "Non jangan menyalahkan Nyonya, tidak ada orang yang menyuruh saya, saya yang tidak suka melihat non keras kepala, jadi saya ingin memberi Non pelajaran."
"Bagus kalau kamu mengakui." Clara sambil bicara, perlahan mengeluarkan telepon genggam, "Menurut hukum kalau kamu mencuri barang senilai lebih dari 4 juta kamu bisa dipenjara, kamu mencuri dan merusakkan gelang giok seharga lebih dari 2 milyar, bisa membuat kamu dipenjara selama beberapa tahun. Tunggu sampai kamu masuk penjara, baru kamu akan minta pengampunan."
Clara memegang telepon bersiap akan menelepon polisi, Clara ingin melihat, setelah sampai di kantor polisi, apa Santi masih berani berbohong.
Kemudian, belum sampai Clara menelepon polisi, Yanto sudah menyahut telepon genggamnya.
"Sudah cukup belum! Apa masih mau dilanjutkan terus, sampai keluarga Santoso kehilangan muka baru kamu berhenti, iya!" Selesai Yanto berbicara, melemparkan telepon genggamnya ke atas meja rias, berbalik kemudian keluar.
Di Kota B, Yanto adalah orang yang terpandang, tentu saja dia tidak akan membiarkan masalah keluarganya dibawa sampai keluar.
Jadi, saat Clara mengatakan ingin lapor polisi, Rina tidak takut sama sekali, dia tersenyum melihat Clara, gadis itu berpandangan dengannya.
Raut wajah Clara sudah lebih baik, tapi dia masih sangat marah sekali. Meskipun tujuannya tidak tercapai, tapi rencana Rina untuk menjebak dia gagal.
"Aku hampir lupa, Santi itu saudara jauh tante ya. Mengirim saudara sendiri masuk penjara, nanti bisa merusak nama baik tante." Clara berkata sambil tertawa.
"Saudara seperti ini, tante juga tidak bisa apa-apa." Rina berbicara sambil tertawa juga.
"Kalau menurutku, meskipun kita tidak bisa minta polisi menangani, tapi kita tidak bisa membiarkan orang yang tidak bersih tinggal di rumah, tante, menurut tante bagaimana?" Clara berkata kembali.
Meskipun tidak bisa memasukkan ke penjara, tapi mempermalukan Rina seperti ini juga baik.
"Tentu saja, hari ini juga aku akan mengusir dia pergi." Rina menjawab sambil menggertakkan gigi. Sekarang dia sedang dilema, hanya bisa mengorbankan Santi.
Santi dibawa oleh Wulan dan satu pembantu lainnya keluar kamar, pembantu lainnya juga ikut keluar.
Rina berjalan sampai ke pintu, menoleh melihat ke kamera pengawas yang ada diatas, "Clara, bukan tante menggurui kamu, di rumah sendiri untuk apa pasang kamera pengawas, dengar-dengar barang seperti ini tidak aman, kalau sampai diretas, kamu mandi ganti pakaian, bukankah bisa dilihat juga oleh orang lain."
"Sebenarnya, aku juga pernah berpikir seperti itu, tapi melihat kondisi sekarang, untung sudah dipersiapkan sebelumnya. Tante jangan khawatir, aku akan 'berhati-hati' menggunakan."
Clara sengaja menekankan kata "Berhati-hati".
Rina berpura-pura tertawa, Elaine berdehem, ibu dan anak itu pergi meninggalkan kamar Clara.
Begitu pintu kamar ditutup, ada keheningan di kamar.
Clara berdiri di depan meja rias, menundukkan kepala melihat pergelangan tangan kiri, di telapak tangannya ada luka sepanjang 2cm, ditutup dengan pembalut luka anti air.
Luka itu dia dapatkan pada saat memecahkan gelang giok, tidak sengaja tergores mengenai tangannya, benar-benar sangat sakit.
Clara tersenyum dingin.
Dari kecil Clara lebih sering berada di rumah keluarga Marco dibanding di rumahnya sendiri, dia tentu tahu gelang giok ini, bahkan ibu Marco tidak hanya sekali berkata kepadanya, "Tunggu sampai Clara besar nanti, biar kakak Marco sendiri yang memasangkan untuk Clara."
Tapi pada akhirnya, gelang giok ini jatuh ke tangan Elaine.
Membuat gelang giok pecah sampai seperti ini, Clara juga sedikit tidak tega, tapi Elaine sendiri yang memberi dia kesempatan, jadi dia tidak perlu segan lagi.
Bukankah ada pepatah yang mengatakan: Lebih baik berkorban untuk keadilan, daripada kehilangan integritas.
Terdengar suara pintu diketuk, Clara membalikkan telapak tangannya, dengan datar berkata: "Silahkan masuk."
Wulan membuka pintu dan masuk, membawakan sup sarang burung walet untuk Clara.
"Terima kasih Bi Wulan." Clara menerima mangkok yang dibawakan, meneguk. Kemudian, mengambil USB yang ada diatas meja, menulis alamat di selembar kertas kemudian memberikan ke Wulan.
"Bi Wulan, bantu aku kirim barang ini."
"Baik, aku segera kirim." Wulan tidak berani menolak perintah Clara.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved