Bab 8 Masih Merindukanmu
by Abigail Kusuma
09:38,Aug 02,2023
Miranda duduk di kursi kebesarannya, pikirannya tampak begitu kacau. Sejak pertemuanya kemarin dengan Athes membuat dirinya tidak bisa berpikir jernih. Sungguh, dia tidak menyanga sosok pria yang menjadi one night stand-nya adalah rekan bisnis ayahnya sendiri.
“Nona Miranda,” Bella, assistant Miranda, melangkah masuk ke dalam ruang kerjanya.
Miranda membuang napas kasar kala melihat Bella berada di hadapannya. “Ada apa?” tanyanya dingin.
“Nona, di depan ada Tuan Athes datang,” ujar Bella yang sontak membuat Miranda terkejut.
“Bukannya aku belum mengatur jadwal bertemu dengannya?” seru Miranda dengan tatapan begitu dingin pada Bella.
“Benar, Nona. Tapi beliau datang karena tadi dia bertemu dengan Tuan Darren. Setelah dia bertemu dengan Tuan Darren, dia langsung ingin bertemu dengan Anda, Nona,” jawab Bella hati-hati.
“Aku tidak—”
“Apa bertemu dengamu begitu sulit, Nona Miranda Spencer?” Seorang pria dengan balutan jas formal berwarna hitam melangkah masuk ke dalam ruang kerja Miranda.
Miranda mengumpat kala melihat sosok pria yang berdiri di hadapannya. Ya, Athes Russel tengah berada di ruang kerjanya. Padahal dirinya belum sama sekali mengatur pertemuan dengan Athes Russel. Hingga kemudian, Miranda menggerakkan kepalanya, memberi isyarat agar Bella keluar dari ruang kerjanya.
Bella pun menurut, dia langsung menundukkan kepalanya di hadapan Athes dan Miranda, lalu pamit undur diri.
“Well, satu hari tidak bertemu denganmu rasanya benar-benar menyiksaku.” Athes mendekat, dia langsung menarik kursi Miranda merapat padanya.
“Athes! Jaga sikapmu! Ini kantor!” seru Miranda kesal.
Athes tersenyum misterius. Kemudian, dia membawa tangannya mengelus lembut pipi Miranda. “Apa kau ingin aku membawamu ke hotel?”
“Gila! Kau gila!” Miranda langsung menepis tangan Athes yang menyentuh wajahnya.
Kini Miranda beranjak dari tempat duduknya dan menatap Athes tajam. “Lebih baik kau pulang, Tuan Athes Russel! Aku masih memiliki banyak pekerjaan!”
“Ah, benarkah?” Athes mendorong tubuh Miranda hinga terbentur di dinding. Dia menghimpit tubuh Miranda, dan mengunci pergerakan wanita itu. Miranda berusaha mendorong keras tubuh Athes, namun semua itu sia-sia. Karena tenaga Miranda hanya bagaikan kapas.
“Lepaskan aku, Athes!” seru Miranda.
“Kau sangat cantik.” Athes menangkup kedua pipi Miranda, lalu dia mengecup lembut bibir wanita itu. “Awalnya aku datang ke sini hanya ingin bertemu dengan Darren, kakakmu. Tapi aku rasa, aku tidak mungkin jika tidak bertemu denganmu. Kau tahu? Aku begitu merindukanmu,” bisiknya di telinga Miranda.
“A-Athes, nanti ada yang lihat—akh!” Miranda menggigit bibir bawahnya menahan desahan kala Athes mulai mencium lehernya. Bahkan pria itu menggunakan lidahnya untuk menggodanya.
“Kau lihat? Jika kita menjadi partner seks, kita akan menjadi partner yang hebat.” Athes menarik dagu Miranda, dia mengecup lembut bibir wanita itu. “Aku harus kembali ke perusahaanku. Aku berharap di pertemuan selanjutnya, kita sudah bisa menjadi partner seks.”
Athes kembali mengecup bibir Miranda. Lalu dia melangkah meninggalkan ruang kerja Miranda. Dia bahkan tidak memedulikan tatapan tajam wanita itu. Terlihat wajahnya sangat puas menggoda Miranda hari ini.
“Kau benar-benar kehilangan akal sehatmu!” seru Miranda begitu frustrasi. Dia meremas rambutnya dengan kuat. Tidak pernah dia menyangka dalam hidupnya akan bertemu dengan sosok pria seperti Athes. Astaga, Miranda bersumpah, ingin sekali dia menendang pria itu. Nasib sial benar-benar menghampirinya. Jika saja waktu bisa diputar, dia lebih baik menghindari pria menyebalkan itu.
***
“Tuan Athes.” Henrik menyapa Athes kala masuk ke dalam ruang kerja.
“Henrik, ada yang ingin aku katakan padamu,” tukas Athes dingin. Kemudian, dia melanjutkan langkahnya masuk ke dalam ruang kerjanya.
“Baik, Tuan,” jawab Henrik seraya melangkah mengikuti Athes.
“Aku ingin kau mendapatkan informasi tentang Miranda Spencer.” Athes duduk di kursi kerjanya sambil menyesap wine di tangannya.
“Nona Miranda Spencer?” ulang Henrik memastikan.
Athes mengangguk. “Ya, apa kau sudah tahu tentang dirinya?”
“Saya beberapa kali pernah tidak sengaja membaca artikel tentang Nona Miranda. Informasi yang saya tahu beliau mahasiswi Universitas Cambrigde. Tapi mungkin beliau sekarang sudah lulus. Dan saya sering mendengar beliau tidak pernah menjalin hubungan dengan pria mana pun,” ujar Henrik memberi tahu.
“Tidak pernah menjalin hubungan dengan pria mana pun?” Alis Athes terangkat. Dia kembali menyesap wine di tangannya. “Well, sepertinya itu sangat menarik.”
“Maaf, Tuan. Kenapa Anda bertanya tentang Nona Miranda Spencer?” tanya Henrik hati-hati.
“Aku hanya ingin mengenal lebih dekat sosok Miranda Spencer,” jawab Athes dengan seringai di wajahnya.
Suara dering ponsel terdengar. Athes langsung mengalihkan pandangannya pada dering ponsel yang tak kunjung mereda. Kini Athes mengambil ponselnya, dan menatap ke layar. Seketika raut wajah Athes berubah menjadi dingin dan kesal kala menatap nomor ponsel yang muncul di layar ponselnya. Athes menggeser tombol merah di layar ponselnya, untuk menolak panggilan. Tidak hanya itu, dia pun menonaktifkan ponselnya.
Suara dering ponsel terdengar. Kali ini bukan ponsel milik Athes. Melainkan ponsel milik Henrik. Sesaat Henrik melirik ponselnya, namun dengan cepat dia menonaktifkan dering di ponselnya. Terlihat wajah Henrik yang begitu gugup dan takut.
“T-Tuan Athes, apa Anda tidak menjawab telepon Nona Valerie?” tanya Henrik hati-hati.
Athes membuang napas kasar. “Apa dia yang menghubungimu?”
Henrik mengangguk cepat. “Benar, Tuan.”
“Abaikan, kau tidak perlu menjawabnya,” tukas Athes dingin dan raut wajah datar.
“Tuan. Sejak Anda pulang dari Las Vegas, Anda belum sama sekali menghubungi Nona Valerie. Berkali-kali beliau berusaha menghubungi Anda, Tuan.” ujar Henrik memberi tahu.
Athes mengisap rokoknya dengan kuat dan mengembuskan asapnya ke udara. “Biarkan dia seperti itu. Nanti dia juga akan lelah. Aku sedang tidak ingin diganggu olehnya.”
Valerie Armstrong, tunangan Athes yang menetap di Melbourne. Athes sangat jarang datang menghampiri tunangannya itu. Karena memang biasanya Valerie yang datang ke Roma bertemu dengannya. Meski Valerie sering mengeluh atas dirinya, tapi tetap saja Valerie menghampirinya. Itu yang membuat Athes tidak terlalu memikirkan jika Valerie marah. Dia tahu tunangannya itu tidak akan pernah mau lepas darinya. Well, Athes pun tidak memusingkan hal itu.
“Tuan, kenapa Anda tidak meminta kedua orang tua Anda membatalkan perjodohan dengan Nona Valerie saja? Maaf jika saya berani mengatakan hal ini, tapi akan lebih baik jika Anda membatalkan perjodohan ini jika memang Anda tidak menginginkannya. Saya hanya takut Nona Valerie akan semakin berharap pada Anda, Tuan,” ujar Henrik yang memberanikan diri.
Athes menyandarkan punggungnya di kursi seraya mengetuk pelan jemarinya. “Aku sering membatalkan perjodohan itu, tapi kau lihat sendiri kedua orang tuaku memaksaku menikah dengan Valerie karena bagi mereka, Valerie adalah wanita yang tepat di hidupku. Lagi pula, selama ini Valerie selalu menerima diriku yang sering bermain-main dengan wanita lain.”
Ya, Athes memang tidak memedulikan perjodohan yang diatur oleh kedua orang tuanya. Baginya hidupnya hanya akan bersenang-senang dengan para wanita. Selama ini, Valerie, calon istri yang telah dipilihkan oleh kedua orang tuanya itu tidak pernah mengeluh sedikit pun kala dia selalu mengajak wanita berakhir di ranjang. Jadi, itu bukan masalah besar bagi Athes. Karena memang Athes hanya membutuhkan sosok wanita yang mau mengerti dirinya.
Namun, ada satu hal yang kini mengusik pikiran Athes, yaitu tepat di mana dia bertemu dengan Miranda di Las Vegas. Jika biasanya dia tidak pernah memikirkan wanita yang telah one night stand dengannya, kali ini dia berbeda. Athes tidak bisa melupakan di mana ada wanita yang meninggalkannya lebih dulu di pagi hari dan hanya bersama dengan surat dan juga uang. Well, itu benar-benar mengesankan untuk Athes.
Miranda Spencer.
Nama itu terus berada di benak Athes. Nyatanya, wanita itu telah mengambil perhatiannya karena siat acuh dan dinginnya. Pertemuannya kembali dengan Miranda, tentu akan menjadi awal yang baru bagi Athes. Sebuah awal, yang ingin dibentuk dengannya. Mungkin dia akan kembali bercinta dengan Miranda. Itu adalah hal utama yang dipikirkan Athens. Tubuh wanita itu, desahannya, selalu berada di pikirannya. Beruntung takdir masih memihak baik padanya, karena mereka kembali dipertemukan. Tidak hanya kembali dipertemukan, tapi nantinya dia akan sering bertemu dengan sosok wanita itu.
‘Aku tidak sabar bertemu lagi denganmu, Miranda,’ batin Athes dengan seringai di wajahnya.
“Nona Miranda,” Bella, assistant Miranda, melangkah masuk ke dalam ruang kerjanya.
Miranda membuang napas kasar kala melihat Bella berada di hadapannya. “Ada apa?” tanyanya dingin.
“Nona, di depan ada Tuan Athes datang,” ujar Bella yang sontak membuat Miranda terkejut.
“Bukannya aku belum mengatur jadwal bertemu dengannya?” seru Miranda dengan tatapan begitu dingin pada Bella.
“Benar, Nona. Tapi beliau datang karena tadi dia bertemu dengan Tuan Darren. Setelah dia bertemu dengan Tuan Darren, dia langsung ingin bertemu dengan Anda, Nona,” jawab Bella hati-hati.
“Aku tidak—”
“Apa bertemu dengamu begitu sulit, Nona Miranda Spencer?” Seorang pria dengan balutan jas formal berwarna hitam melangkah masuk ke dalam ruang kerja Miranda.
Miranda mengumpat kala melihat sosok pria yang berdiri di hadapannya. Ya, Athes Russel tengah berada di ruang kerjanya. Padahal dirinya belum sama sekali mengatur pertemuan dengan Athes Russel. Hingga kemudian, Miranda menggerakkan kepalanya, memberi isyarat agar Bella keluar dari ruang kerjanya.
Bella pun menurut, dia langsung menundukkan kepalanya di hadapan Athes dan Miranda, lalu pamit undur diri.
“Well, satu hari tidak bertemu denganmu rasanya benar-benar menyiksaku.” Athes mendekat, dia langsung menarik kursi Miranda merapat padanya.
“Athes! Jaga sikapmu! Ini kantor!” seru Miranda kesal.
Athes tersenyum misterius. Kemudian, dia membawa tangannya mengelus lembut pipi Miranda. “Apa kau ingin aku membawamu ke hotel?”
“Gila! Kau gila!” Miranda langsung menepis tangan Athes yang menyentuh wajahnya.
Kini Miranda beranjak dari tempat duduknya dan menatap Athes tajam. “Lebih baik kau pulang, Tuan Athes Russel! Aku masih memiliki banyak pekerjaan!”
“Ah, benarkah?” Athes mendorong tubuh Miranda hinga terbentur di dinding. Dia menghimpit tubuh Miranda, dan mengunci pergerakan wanita itu. Miranda berusaha mendorong keras tubuh Athes, namun semua itu sia-sia. Karena tenaga Miranda hanya bagaikan kapas.
“Lepaskan aku, Athes!” seru Miranda.
“Kau sangat cantik.” Athes menangkup kedua pipi Miranda, lalu dia mengecup lembut bibir wanita itu. “Awalnya aku datang ke sini hanya ingin bertemu dengan Darren, kakakmu. Tapi aku rasa, aku tidak mungkin jika tidak bertemu denganmu. Kau tahu? Aku begitu merindukanmu,” bisiknya di telinga Miranda.
“A-Athes, nanti ada yang lihat—akh!” Miranda menggigit bibir bawahnya menahan desahan kala Athes mulai mencium lehernya. Bahkan pria itu menggunakan lidahnya untuk menggodanya.
“Kau lihat? Jika kita menjadi partner seks, kita akan menjadi partner yang hebat.” Athes menarik dagu Miranda, dia mengecup lembut bibir wanita itu. “Aku harus kembali ke perusahaanku. Aku berharap di pertemuan selanjutnya, kita sudah bisa menjadi partner seks.”
Athes kembali mengecup bibir Miranda. Lalu dia melangkah meninggalkan ruang kerja Miranda. Dia bahkan tidak memedulikan tatapan tajam wanita itu. Terlihat wajahnya sangat puas menggoda Miranda hari ini.
“Kau benar-benar kehilangan akal sehatmu!” seru Miranda begitu frustrasi. Dia meremas rambutnya dengan kuat. Tidak pernah dia menyangka dalam hidupnya akan bertemu dengan sosok pria seperti Athes. Astaga, Miranda bersumpah, ingin sekali dia menendang pria itu. Nasib sial benar-benar menghampirinya. Jika saja waktu bisa diputar, dia lebih baik menghindari pria menyebalkan itu.
***
“Tuan Athes.” Henrik menyapa Athes kala masuk ke dalam ruang kerja.
“Henrik, ada yang ingin aku katakan padamu,” tukas Athes dingin. Kemudian, dia melanjutkan langkahnya masuk ke dalam ruang kerjanya.
“Baik, Tuan,” jawab Henrik seraya melangkah mengikuti Athes.
“Aku ingin kau mendapatkan informasi tentang Miranda Spencer.” Athes duduk di kursi kerjanya sambil menyesap wine di tangannya.
“Nona Miranda Spencer?” ulang Henrik memastikan.
Athes mengangguk. “Ya, apa kau sudah tahu tentang dirinya?”
“Saya beberapa kali pernah tidak sengaja membaca artikel tentang Nona Miranda. Informasi yang saya tahu beliau mahasiswi Universitas Cambrigde. Tapi mungkin beliau sekarang sudah lulus. Dan saya sering mendengar beliau tidak pernah menjalin hubungan dengan pria mana pun,” ujar Henrik memberi tahu.
“Tidak pernah menjalin hubungan dengan pria mana pun?” Alis Athes terangkat. Dia kembali menyesap wine di tangannya. “Well, sepertinya itu sangat menarik.”
“Maaf, Tuan. Kenapa Anda bertanya tentang Nona Miranda Spencer?” tanya Henrik hati-hati.
“Aku hanya ingin mengenal lebih dekat sosok Miranda Spencer,” jawab Athes dengan seringai di wajahnya.
Suara dering ponsel terdengar. Athes langsung mengalihkan pandangannya pada dering ponsel yang tak kunjung mereda. Kini Athes mengambil ponselnya, dan menatap ke layar. Seketika raut wajah Athes berubah menjadi dingin dan kesal kala menatap nomor ponsel yang muncul di layar ponselnya. Athes menggeser tombol merah di layar ponselnya, untuk menolak panggilan. Tidak hanya itu, dia pun menonaktifkan ponselnya.
Suara dering ponsel terdengar. Kali ini bukan ponsel milik Athes. Melainkan ponsel milik Henrik. Sesaat Henrik melirik ponselnya, namun dengan cepat dia menonaktifkan dering di ponselnya. Terlihat wajah Henrik yang begitu gugup dan takut.
“T-Tuan Athes, apa Anda tidak menjawab telepon Nona Valerie?” tanya Henrik hati-hati.
Athes membuang napas kasar. “Apa dia yang menghubungimu?”
Henrik mengangguk cepat. “Benar, Tuan.”
“Abaikan, kau tidak perlu menjawabnya,” tukas Athes dingin dan raut wajah datar.
“Tuan. Sejak Anda pulang dari Las Vegas, Anda belum sama sekali menghubungi Nona Valerie. Berkali-kali beliau berusaha menghubungi Anda, Tuan.” ujar Henrik memberi tahu.
Athes mengisap rokoknya dengan kuat dan mengembuskan asapnya ke udara. “Biarkan dia seperti itu. Nanti dia juga akan lelah. Aku sedang tidak ingin diganggu olehnya.”
Valerie Armstrong, tunangan Athes yang menetap di Melbourne. Athes sangat jarang datang menghampiri tunangannya itu. Karena memang biasanya Valerie yang datang ke Roma bertemu dengannya. Meski Valerie sering mengeluh atas dirinya, tapi tetap saja Valerie menghampirinya. Itu yang membuat Athes tidak terlalu memikirkan jika Valerie marah. Dia tahu tunangannya itu tidak akan pernah mau lepas darinya. Well, Athes pun tidak memusingkan hal itu.
“Tuan, kenapa Anda tidak meminta kedua orang tua Anda membatalkan perjodohan dengan Nona Valerie saja? Maaf jika saya berani mengatakan hal ini, tapi akan lebih baik jika Anda membatalkan perjodohan ini jika memang Anda tidak menginginkannya. Saya hanya takut Nona Valerie akan semakin berharap pada Anda, Tuan,” ujar Henrik yang memberanikan diri.
Athes menyandarkan punggungnya di kursi seraya mengetuk pelan jemarinya. “Aku sering membatalkan perjodohan itu, tapi kau lihat sendiri kedua orang tuaku memaksaku menikah dengan Valerie karena bagi mereka, Valerie adalah wanita yang tepat di hidupku. Lagi pula, selama ini Valerie selalu menerima diriku yang sering bermain-main dengan wanita lain.”
Ya, Athes memang tidak memedulikan perjodohan yang diatur oleh kedua orang tuanya. Baginya hidupnya hanya akan bersenang-senang dengan para wanita. Selama ini, Valerie, calon istri yang telah dipilihkan oleh kedua orang tuanya itu tidak pernah mengeluh sedikit pun kala dia selalu mengajak wanita berakhir di ranjang. Jadi, itu bukan masalah besar bagi Athes. Karena memang Athes hanya membutuhkan sosok wanita yang mau mengerti dirinya.
Namun, ada satu hal yang kini mengusik pikiran Athes, yaitu tepat di mana dia bertemu dengan Miranda di Las Vegas. Jika biasanya dia tidak pernah memikirkan wanita yang telah one night stand dengannya, kali ini dia berbeda. Athes tidak bisa melupakan di mana ada wanita yang meninggalkannya lebih dulu di pagi hari dan hanya bersama dengan surat dan juga uang. Well, itu benar-benar mengesankan untuk Athes.
Miranda Spencer.
Nama itu terus berada di benak Athes. Nyatanya, wanita itu telah mengambil perhatiannya karena siat acuh dan dinginnya. Pertemuannya kembali dengan Miranda, tentu akan menjadi awal yang baru bagi Athes. Sebuah awal, yang ingin dibentuk dengannya. Mungkin dia akan kembali bercinta dengan Miranda. Itu adalah hal utama yang dipikirkan Athens. Tubuh wanita itu, desahannya, selalu berada di pikirannya. Beruntung takdir masih memihak baik padanya, karena mereka kembali dipertemukan. Tidak hanya kembali dipertemukan, tapi nantinya dia akan sering bertemu dengan sosok wanita itu.
‘Aku tidak sabar bertemu lagi denganmu, Miranda,’ batin Athes dengan seringai di wajahnya.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved